Presiden Joko Widodo (kiri) dan Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) Prabowo Subianto (kanan) dipeluk Hanifan saat meraih emas di cabor Pencak Silat Asian Games 2018, Rabu (29/8). (BP/ant)

JAKARTA, BALIPOST.com – Dua calon presiden, Jokowi Widodo dan Prabowo Subianto berpelukan erat di panggung Asian Games 2018. Pelukan itu dinilai penuh makna karena diyakini akan menjadi teladan di tingkat akar rumput sekaligus menjadi penghadang isu-isu provokatif berisi hoax dan fitnah.

“Inilah potret Indonesia yang harus kita jaga. Tentu Pilpres 2019, kita harus memastikan bahwa proses pemilu penyelenggaraannya harus baik, dan sukses,” kata Ketua DPP Partai Gerindra, Ahmad Riza Patria dalam diskusi ‘Pelukan Jokowi-Prabowo Bakal Dinginkan Suhu Politik?’ di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (30/8).

Wakil Ketua Komisi II DPR ini meyakini ke depan dengan banyaknya elit politik memanfaatkan momen-momen tertentu seperti ajang Asian Games maka memanasnya tensi politik menjelang Pemilu Serentak 2019 akan semakin bisa ditekan hingga ke suhu terendah. “Kalau mau naik kelas harus ikut ujian supaya kita semakin dewasa, semakin matang dan semakin pandai. Atas dasar itu maka dunia melihat Indonesia memang negara yang tidak hanya besar tapi berhasil membawa demokrasi pada bangsanya. Ini yang harus kita pelihara, kita syukuri dan kita jaga bahwa orang Indonesia itu terkenalnya baik, ramah dan santun,” imbuhnya.

Baca juga:  TNI Diminta Untuk Siapkan Shelter Bantu Tangani Pasien Covid-19

Riza mengatakan sekalipun terjadi hiruk pikuk, hoax, fitnah yang tersebar dalam berbagai media sosial namun apabila para elit memberikan pendidikan dan teladan baik maka kedewasaan dan kematangan berpolitik masyarakat juga akan terbangun. “Mungkin di awal-awal terjebak atau di awal-awal terbawa oleh arus medsos yang luar biasa, tapi saya meyakini pada akhirnya semua semakin dewasa,” yakinnya.

Wakil Sekjen DPP Partai Golkar Ace Tb. Ace Hasan Syadzily mengaku pelukan antara Jokowi dan Prabowo yang diinisiasi oleh atlet peraih medali emas pencak silat Hanifan Yudani Kusuma, seolah meruntuhkan berbagai peristiwa persekusi, upaya provokatif dan berbagai masalah yang membuat seolah masyarakat di akar rumput telah terpolarisasi pada dua arus kubu Jokowi dan Prabowo. “Itu menunjukkan kepada kita semua bahwa memang ketika kita semua berhadapan dengan negara lain maka memang seharusnya kita bersatu padu. Ini merupakan cermin dari kita menghadapi Pilpres 2019 nanti,” kata Hasan.

Baca juga:  Sudah Empat Laporan Ditangani Bawaslu Jembrana, Mayoritas Bermula dari Ini

Anggota Komisi III DPR ini menunjukkan bahwa sebenarnya hanya segelintir saja oknum yang berupaya menciptakan kegaduhan melalui gerakan politik ambil untung. “Pelukan Presiden Jokowi dan Ketum Gerindra Prabowo Subianto ini bukti keduanya bersatu sebagai negarawan saat membela Merah Putih,” tegasnya.

Menurut Hasan, pelukan mesra Jokowi – Prabowo tersebut sekaligus menyingkirkan kepentingan politik masing-masing, mengingat suksesnya penyelenggaraan Asian Games 2018 ini merupakan suksesnya bangsa Indonesia.

Teladan dari dua capres itu juga menunjukkan kepada dunia internasional bahwa meski Indonesia sedang menyelenggarakan pesta demokrasi Pemilu 2019 namun bangsa Indonesia mampu menjadi penyelenggara event-event olahraga internasional secara baik dan profesional.Pakar Komunikasi Politik, Lely Arrianie mengatakan dari perspektif komunikasi politik, pesan yang ditangkap masyarakat adalah dua tokoh penting yang menjadi capres dan akan bertarung memperebutkan kekuasaan ternyata bisa disatukan oleh seorang anak remaja bernama Hanifan Yudani Kusuma.

Baca juga:  Pascaricuh di Mako Brimob, Semua Napiter Dipindah ke Nusakambangan

Untuk itu, Lely berharap para pengikut pengikut dua capres tersebut perlu mencontoh elitnya, bahwa ternyata untuk bersatu demi kepentingan bisa dilakukan dengans sederhana, karena ternyata dua orang yang dijagokan pun mau bersatu untuk hal-hal yang lebih penting yaitu kepentingan negara. “Model-model semacam ini itu dipertontonkan oleh seharusnya figur-figur politik, kita menyaksikan dramaturgis yang seorang politisi partai tertentu dengan partai politik lainnya yang nampak berkelahi di media massa dan lalu kemudian tepuk tangan bergemuruh dengan melihat pertunjukan mereka, itu dramatisme panggung politik yang mereka ciptakan,” pesan Lely. (Hardianto/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *