TABANAN, BALIPOST.com – Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) diproyeksikan muncul sebagai kekuatan ekonomi baru di wilayah perdesaan. Dengan adanya UU No 6 tahun 2014 tentang Desa memberikan payung hukum atas BUMDes sebagai pelaku ekonomi yang mengelola potensi desa secara kolektif untuk meningkatkan kesejahteraan warga desa.
Sayangnya, keterbatasan kapasitas sumber daya manusia di desa untuk mengelola dan mengembangkan BUMDes masih menjadi kendala, salah satunya disebabkan pola hubungan antara BUMDes dan kelompok usaha di desa terkait belum maksimal serta tidak semua desa di Kabupaten Tabanan memiliki potensi usaha ekonomi.
Dari data Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Tabanan, Roemi Liestyowati, hingga tahun 2018 setidaknya sudah ada 86 BUMDes, dan 15 masih dalam proses pembentukan. “Bumdes dibentuk berdasarkan inisiatif desa, itu yang perlu didorong terlebih dahulu. Mekanisme pendampingan disana. Target kami tahun 2019 sudah ada di 133 desa ,” ucapnya saat dikonfirmasi Rabu (4/4).
Disisi lain tuntutan kualitas, kuantitas dan kontinuitas (3K) masih menjadi tugas bagi BUMDes. Karena kenyataan dilapangan, setelah dipasarkan oleh Badan Usaha Milik Daerah, kualitass produksi yang dihasilkan oleh BUMDes ada yang tidak sama setiap harinya dan cenderung berubah-ubah.
Terkait hal itu, Roemi mengatakan, pembinaan terkait 3K tersebut bukan diranah DPMD saja melainkan menggandeng sejumlah perangkat daerah terkait lainnya seperti Disperindag, Bapelitbang dan Ketua Forum Perbekel. “Jadi kami selalu koordinasi bagaimana cara mengoptimalkan mengoptimalkan kualitas, kuantitas dan kontinuitas ini,” terangnya.
Tidak hanya itu saja, pendampingan diberbagai lini baik itu tingkat desa dan tingkat kecamatan akan terus dimantapkan. “Para pendamping inilah yang akan membantu desa mendampingi urusan apapun, mau urusan administrasi desa, maupun bisnis harus difasilitasi oleh desa,” ucapnya.
Hal senada juga disampaikan salah seorang pendamping Kabupaten I Wayan Rigunawan. Menurutnya selama proses pendampingan, dirinya melihat masih ada sejumlah kendala yang dihadapi. Salah satunya pola hubungan antara BUMDes dan kelompok usaha yang brlum optimal. “BUMDes belum proaktif mencari pangsa pasar lainnya, keberadaan BUMDes ini sebenarnya untuk memperluas jaringan pangsa pasar, ini yang belum maksimal dilakukan,” terangnya. (puspawati/balipost)