Presiden Joko Widodo (dua kanan) bersama PM Australia, Malcom Turnbull (dua kiri) dan Menlu Indonesia Retno Marsudi (kiri) serta Menlu Australia Julie Bishop. (BP/ist)

SYDNEY, BALIPOST.com – Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) spesial Asean-Australia, Sydney, Australia telah resmi ditutup. Konferensi khusus yang pertama kalinya digelar di Australia ini membuka lembaran baru hubungan kerja sama negara-negara anggota Asean dengan Australia.

Acara yang dihadiri oleh pimpinan anggota Asean ini menghasilkan empat poin penting. Poin-poin itu menyangkut bidang pendidikan berupa beasiswa, kerja sama di bidang perdagangan ekonomi digital (Asean Australia Digital Standards) dengan tujuan mencapai pertumbuhan ekonomi inklusif melalui standar internasional, kerjasama penanggulan terorisme melalui penandatanganan nota kesepahaman, dan kerjasama keamanan pada sektor maritim, digital siber, pendidikan pertahanan, penanggulangan perdagangan manusia. Keseluruhannya dirangkum dalam Deklarasi Sydney.

Dalam keterangannya kepada pers, Minggu (18/3), Perdana Menteri Australia Malcom Turnbull dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong menyatakan KTT Khusus Asean-Australia yang dilaksanakan pada 16-18 Maret 2018 berjalan sukses. Dalam Deklarasi Sydney, Asean-Australia menyatakan berbagi komitmen yang kuat terhadap perdamaian dan keamanan regional serta penyelesaian perselisihan secara damai.

Baca juga:  Susunan Kabinet Kerja Jilid II Tak Ada Menteri dari Bali Beredar, Ini Tanggapan Koster

Termasuk penghormatan penuh terhadap proses hukum dan diplomatik, tanpa menggunakan ancaman atau penggunaan kekuatan sesuai dengan prinsip-prinsip yang diakui secara universal. Hukum internasional, dan peraturan berbasis regional dan internasional. Prinsip saling menguntungkan, tanggung jawab bersama untuk mempromosikan perdamaian dan keamanan, kemakmuran dan pembangunan berkelanjutan dianggap penting untuk memperkuat kemitraan strategis Asean-Australia.

Dalam KTT khusus itu, Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Australia juga sempat melakukan pertemuan bilateral tertutup. Acara itu berlangsung Sabtu (17/3).

Dalam pertemuan bilateral tersebut, Presiden didampingi Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, dan Menteri Sekretaris Negara Pratikno. Sedangkan Perdana Menteri Australia didampingi sejumlah menteri, diantaranya Menteri Luar Negeri Julie Bishop.

Baca juga:  Banyak Perda Belum Diimplementasi, Gubernur Dianggap Tak Sungguh-sungguh

Dalam pertemuan tersebut, kedua pemimpin menyambut baik hasil dari 2+2 antara Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi dan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu dengan Menlu Australia Julie Bishop dan Menhan Australia Marisa Payne, Jumat (16/3). Presiden Jokowi berharap rencana aksi kerjasama maritim yang telah disepakati dapat segera diimplementasikan.

Presiden juga meminta komunikasi dalam pengembangan konsep indo-pasifik ini dapat dilanjutkan demi terciptanya stabilitas, perdamaian, dan kesejahteraan, dikawasan indo-pasifik. Topik bilateral mengenai Kesepakatan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia (IA-CEPA) juga dibahas.

Presiden mengatakan, Indonesia-Australia CEPA, ada beberapa prinsip yang harus disetujui. Pertama, kerjasama CEPA harus menguntungkan semua pihak. Kedua, kerja sama dalam CEPA, yang ditekankan adalah partnership dan cooperation.

Sehingga, menurutnya jika ada satu hal yang mungkin kurang mendapatkan keuntungan, maka dititik lain akan mendapatkan keuntungan. “Kalau ditotal maka semuanya menguntungkan bagi dua belah pihak. Tapi, ini bukan sekedar proyek komersil, yang harus dikedepankan adalah partnership dan cooperation,” jelas Presiden.

Baca juga:  Pemerintah akan Upayakan Cara Terbaik Selamatkan Awak Nanggala-402

Pembahasan IA-CEPA ini ditenggarai muncul karena negosiasi yang cukup alot antara Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dengan Australia. Meskipun dikabarkan sudah lebih dari 90 persen negosiasi dapat dikatakan selesai tetapi masih ada beberapa hal yg memang harus dibahas kembali dengan Australia. Salah satu yang disebut-sebut masih belum menemukan jalan tengah diantaranya masalah pendidikan vokasi dan penambahan visa kerja dan liburan.

Ketiga, Presiden membahas isu kerjasama bidang digital Indonesia-Australia. Presiden mengharapkan ada tindak lanjut terkait peningkatan peran usaha kecil menengah (UKM) start up dalam mengembangkan inovasi digital, peningkatkan literasi digital, juga smart government dalam konteks peningkatan pelayanan publik. (Satria Dewi/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *