Polisi melakukan olah TKP kasus meninggalnya 3 anak karena minum racun di Banjar Palak, Sukawati. (BP/dok)

GIANYAR, BALIPOST.com – Tragedi yang menyebabkan meninggalnya tiga anak, Ni Putu Diana Mas Pradnya Dewi (6), I Made Mas (4) serta I Nyoman Kresnadana Putra (2), karena minum racun serangga di Banjar Palak, Sukawati, masih menyisakan kesedihan mendalam bagi keluarga yang ditinggalkan. Pada Kamis (22/2), ketiga jasad bocah yang merupakan buah hati Ni Luh Putu Septiyani Parmadani (33) dan Putu Moh Diana ini dikingsan ring geni (dititipkan lewat upacara pembakaran) di Banjar Sandakan, Desa Sulangai, Petang, Badung yang merupakan asal ayah mereka.

Banyak teka-teki yang belum terungkap terkait meninggalnya tiga anak yang diduga diracuni ibu kandungnya itu. Diduga setelah meracuni ketiga anaknya, sang ibu juga mengakhiri hidupnya dengan cara melukai tangan dan lehernya namun upaya itu gagal dan saat ini masih dirawat di RSU Dharma Yadnya, Denpasar.

Baca juga:  Tambahan Korban Jiwa COVID-19, Seluruhnya Lansia Tak Berkomorbid

Menurut Kelihan Dinas Banjar Palak, Desa Sukawati, I Mada Sanggra, sebagai wanita yang pernah menjadi warga Banjar Palak, Septiyani merupakan sosok yang ramah dan sopan. Hal ini diketahui dari aktivitas di banjar saat masih berstatus anggota sekaa teruna-teruni. “Walau saat itu saya belum jadi kelian, tetapi sebagian besar warga pasti saya tahu, apalagi yang namanya pemudi ketika itu sering terjun ke banjar pasti pernah ketemu, otomatis kenal,” ucapnya.

Namun Made Sanggra mengaku tidak menduga, bila Septiyani akan meracuni ketiga anaknya yang masih dibawah umur. “Jangannkan saya selaku kelian dinas yang posisi rumah agak jauh, keluarga sendiri tidak ada yang menduga. Padahal keluarga mestinya tanggap kepada anak atau saudara yang pulang membawa anak sampai tiga ke sini (Banjar Palak, red) dari Sulangai,” katanya.

Baca juga:  Penularan COVID-19 Meningkat, BOR di Bali Tertinggi

Ia mengatakan belum bisa memutuskan tindakan apa yang akan dilakukan akibat kejadian ini. Lantaran pihaknya belum bertemu dengan Made Parwata selaku kepala keluarga, yang juga orang tua dari Septiyani. “Namanya ini musibah, saya belum dapat memutuskan,” katanya.

Diketahui perkawinan Septiyani di Desa Sulangai, Kecamatan Petang dengan Putu Moh Diana merupakan pernikahan kedua. Perkawinan pertama Septiyani dengan seorang pria asal Denpasar, namun berakhir cerai. Ia pun dikaruniai seorang putra. “Kapan menikah hingga cerainya itu saya tidak tahu persis, karena belum jadi Kelian Dinas, saya juga tidak ada hubungan keluarga, sehingga saat ada kegiatan menikah itu tidak dilibatkan,” katanya.

Baca juga:  Lagi, Gempa Tektonik Guncang Karangasem

Termasuk saat pernikahan Septiyani dengan pria asal Desa Sulangai, Petang itu pun, Made Sanggra juga tidak ingat persis. Ia hanya tahu setelah pernikahan kedua ini, Septiyani melahirkan anak pada 2011. “Itu melahirkan anak yang pertama dari suami di Desa Sulangai, setelah itu pada 2012 baru lah saya ditunjuk sebagai kelian dinas,” tandasnya.

Sementara Bendesa Sukawati, I Nyoman Suwantha mengatakan akan segera rapat terkait peristiwa ini. Terutama untuk prosesi upacara pembersihan. “Saya sudah kordinasi dengan klian adat agar ditindaklanjuti untuk urusan ritualnya. Karena ini kejadian tidak wajar, jelas membuat leteh (ternoda, red),” ujarnya. (Manik Astajaya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *