I Nyoman Suwarjoni Astawa. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Perdebatan antara menjaga bisama, taksu dan kesucian Bali dengan kewajiban memenuhi kebutuhan listrik Bali diibaratkan Bali Mula vs Bali Milenial. Untuk menjaga masing-masing kepentingan, harus dirumuskan secara bersama-sama.

General Manager PLN Distribusi Bali I Nyoman Suwarjoni Astawa berharap agar segera mendapat rekomendasi dari PHDI tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Karena PLN bertanggung jawab mencukupi kebutuhan listrik yang ada di Indonesia.

Baik ketersediaan pembangkit listriknya, menjamin kecukupannya, keandalannya, dan menjamin semua masyarakat mendapatkan layanan kelistrikan yang sama di seluruh Indonesia. “Dijaga agar harganya terjangkau, jadi tidak semena-mena membangun pembangkit listrik yang mahal yang nantinya berimbas ke biaya kepada masyarakat,” ujarnya saat FGD Jawa-Bali Crossing vs Kelistrikan Bali, Selasa (13/2).

PLN selalu berpedoman pada teori Trilemma Energi. Yaitu tetap berupaya menjaga kecukupan energi, bisnis usaha tetap berjalan namun juga memperhatikan lingkungan. Buktinya, proyek JBC ini sumber pendanaannya dari Asian Development Bank (ADB).

Sementara untuk memperoleh pendanaan dari ADB sangat ketat. Karena ADB sangat konsen terhadap lingkungan. ADB tidak bisa memberikan financing untuk proyek-proyek listrik yang dari sisi lingkungannya belum benar-benar memastikan tidak akan merusak lingkungan.

Proyek ini pun telah digagas sejak tahun 1992 dan tahun 2002 mulai dioptimalkan. Proyek yang diharapkan selesai tahun 2019 dengan adanya kondisi seperti ini mundur menjadi tahun 2020.

Jawa-Bali Crossing (JBC) dasar hukumnya jelas serta masuk dalam proyek strategis nasional. JBC juga tidak melanggar Perda Provinsi Bali karena sistem jaringan listrik ini diatur dengan jelas dalam Perda Provinsi Bali nomor 16 tahun 2011 pasal 33 tentangRencana Pengembangan Sistem Jaringan Energi.

Baca juga:  Ini Kronologis Upaya Bunuh Diri Mantan Kepala BPN Denpasar hingga Hembuskan Nafas Terakhir

“Kalau nantinya ada masalah dari PHDI, maka kami sangat berharap kami sebagai anak dikasih arahan. Karena dalam Perda Provinsi Bali telah disebutkan tentang kawasan suci pura. Kita perlu tahu menjaga kesucian pura seperti apa? Kami tidak ingin energi kami terbuang hanya untuk masalah-masalah yang seharusnya sejak awal kami diberitahu,” tandasnya.

Perijinan JBC pun semua sudah ada yaitu dari Kementerian Kehutanan, dan Gubernur Jatim. Sementara di Bali, DPRD dan Pemprov Bali sudah mengeluarkan rekomendasi. Begitu juga dari Balai Taman Nasional. “Yang belum, dari Kementerian Lingkungan Hidup. Tapi dalam waktu dekat pasti keluar. Tinggal Pemprov Bali untuk penetapan lokasi (penlok) belum terbit karena berkaitan dengan masih adanya penolakan untuk JBC ini,” ujarnya.

Dengan JBC juga mendukung Bali Clean and Green Province. Karena sebelum dibangunnya Energi Baru Terbarukan (EBT), JBC diperlukan. JBC merupakan solusi jangka panjang. Karena dalam waktu 10-15 tahun ke depan, Bali dapat memikirkan solusi pembangkit EBT yang pas untuk dibangun di Bali.

Ketua Komisi III DPRD Bali I Nengah Tamba mengatakan, bagaimana merumuskan Bali Mula vs Bali Milenial. “Ada yang bertahan di Bali mula, ada yang mau ke milenial atau Bali ke depan. Apakah Bali begini saja tidak mau berkembang lagi?” bebernya.

Baca juga:  Tren Aksi Terorisme di Indonesia Alami Penurunan

JBC adalah jawaban dari kegelisahan kekurangan listrik tahun 2021. Begitu juga permasalahan ketimpangan Bali Utara dan Selatan, ketika akan melakukan pembangunan di Bali Utara yang dibutuhkan adalah listrik.

Prinsipnya PLN fleksibel terhadap pembangunan JBC ini. Di satu sisi bisama harus dihormati. Namun sejatinya, Bali telah memiliki Perda 8 tahun 2015 tentang arahan zonasi. Arahan zonasi ini merupakan turunan dari RTRW yang diatur dalam pasal 41.

Perwakilan Bappeda Provinsi Bali Wiratni mengatakan, Provinsi Bali sudah mengantisipasi terkait kebutuhan energi listrik yang besar. Untuk itu JBC sangat dibutuhkan. Dari segi aturan, JBC telah memenuhi semua aturan. “Pada prinsipnya bahwa  itu sudah dilakukan, semua sudah memenuhi syarat. Kami jujur sangat membutuhkan adanya penambahan energi listrik yang sesuai dengan visi pemerintah Provinsi Bali yaitu Bali Clean and Green,” ungkapnya.

Maka dari itu pihaknya berharap agar PHDI segera merespon agar proyek tersebut bisa cepat terselesaikan.

Perwakilan dari Dinas Tenaga Kerja dan ESDM Provinsi Bali Putu Agus mengatakan, JBC memang menghubungkan Jawa dan Bali. Tapi Jawa, Madura dan Bali sudah interkoneksi sejak puluhan tahun. “Jadi itu suatu yang biasa. Ini nilai-nilai yang patut diadopsi,” ujarnya. Pertentangan Bali Mula dan Bali Milenial, sesuatu yang baru dan yang lama harus disatukan.

Baca juga:  Segera Jadi Kepala Otorita IKN, Ini Sosok Bambang Susantono

Di Bali mengenal Desa, Kala, Patra yaitu menyesuaikan dengan tempat, waktu, keadaan dan kesesuaian kita berpikir. Ada kesesuaian-kesesuaian yang dilakukan orang Bali. Seperti orang Ubud yang dulunya memakai lampu tempel, kini beralih. Begitu juga pengabenan yang dulunya menggunakan kayu, kini bahkan bisa dengan kompor.

Menurunya orang Bali fleksibel, tidak kaku. Karena kalau kaku, bisa patah di tengah jalan. “Jadi kita harus bersama-sama merumuskan sesuatu tanpa mengurangi nilai ke-Bali-an,” ujarnya.

Electrical Power Research Group Institut Teknologi Bandung Dr. Ir. Pekik Argo Dahono mengatakan, JBC merupakan suatu keharusan. Karena bisa dijadikan cadangan saat pembangkit yang ada rusak atau mengalami perbaikan. Bahkan untuk mewujudkan Bali Clean and Green, satu-satunya cara dengan menyambung dari Jawa.

Menurutnya, biasanya alasan utama penolakan transmisi melalui kabel udara adalah harga tanah tidak bisa naik, membuat rumah tidak bisa tinggi, dan tanah di bawah jaringan transmisi tidak bisa dijadikan tempat tinggal. Namun dari segi kesehatan menurutnya tidak ada masalah.

Transmisi yang paling bagus memang di bawah tanah. Namun investasinya besar bahkan 10 kali lipat dibandingkan melalui udara. Apalagi dengan kemajuan teknologi, jaringan di bawah tanah/bawah laut bisa dilakukan dengan minim kerusakan serta dengan tegangan yang tinggi. Seperti yang dilakukan Telkom. Hanya kendala pada biaya investasi yang dikeluarkan sangat besar. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *