DENPASAR, BALIPOST.com – Selama tahun 2017, Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Bali menerima pengaduan konsumen sebanyak 507 kasus. Pengaduan yang disampaikan terkait leasing, perbankan, PLN, Telkom, PDAM, dll. Pengaduan disampaikan melalui media sosial seperti facebook, whatsapp, instagram, dan telepon.

Direktur YLPK Bali I Putu Armaya SH mengatakan, sebenarnya pengaduan ini sangat banyak. “Tetapi ada konsumen yang mengadu, tapi datanya belum lengkap dan ada yang belum menyertakan kartu Identitas,” ujarnya Sabtu (30/12).

Adapun pengaduan konsumen di Bali yang disampaikan ke YLPK yaitu kasus leasing atau finance sebanyak 95. Banyak finance mengambil kendaraan konsumen secara paksa, dan menyalahi prosedur tidak sesuai aturan.

Kasus kedua adalah perbankan sebanyak 72 kasus. Kasus perbankan meliputi kartu kredit, pinjaman, dan kehilangan uang di ATM.

Pengaduan PLN ada di urutan ke-3 sebanyak 65 kasus. Meliputi pemadadaman, pemutusan aliran listrik, dan masalah tarif. “Banyak konsumen belum paham cara pengenaan tarif listrik. Pihak PLN jarang sosialisasi masalah tarif,” ungkapnya.

Baca juga:  Perbankan Lebih Selektif Salurkan Kredit

Pengaduan Telkom berada di urutan ke-4 sebanyak 58. Sebagian besar masalah yang diadukan yaitu layanan Speedy dan telepon mati.

Urutan ke-5 pengaduan layanan PDAM sebanyak 50 kasus pelayanan di Kota Denpasar, Kabupaten Badun, Tabanan, Buleleng, Jembrana dan Gianyar. Urutan ke-6, pengaduan layanan BPJS Kesehatan sebanyak 46. Meliputi pelayanan di puskesmas, pelayanan di RS dan saat pindah faskes pelayanan kurang cepat.

Di samping itu pihaknya juga menerima pengaduan terkait transaksi e-commerce. Ternyata e-commerce yang di-klaim lebih mudah dan cepat juga menyisakan sisi negatif. Pengaduan belanja online sebanyak 43 kasus. Meliputi barang yang dibeli tidak sesuai, dan masalah lama karena ada unsur penipuan barang yang dibeli tidak  dikirim.

Baca juga:  Dilema ‘’Social Commerce’’

Pengaduan masalah voucher layanan pariwisata sebanyak 33 kasus. Konsumen ditawari promo layanan diskon hotel dengan tarif ringan. Setelah konsumen tertarik dan ikut ternyata tarifnya tetap mahal.

Padahal konsumen sudah terlanjur membayar dan ikut. Kasus perumahan atau property sebanyak 20 kasus. Masalah yang diadukan masalah fasilitas sosial, fasilitas umum, kualitas bangunan, dll.

Pengaduan terkait asuransi sebanyak 15 kasus. Meliputi klaim ke konsumen ribet dan berbelit-belit. Kasus penerbangan sebanyak 10  kasus yaitu klaim pembatalan tiket, dan kehilangan barang di bagasi.

Dari data pengaduan konsumen ini pihaknya akan menyampaikan kepada instansi terkait, termasuk ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)  yang merupakan peradilan konsumen. Namun nyatanya selama setahun ini BPSK dikatakan tidak aktif.

Baca juga:  Jembatan Biluk Poh Putus, Puluhan Rumah Tersapu Banjir

Akibat adanya UU Pemerintah Daerah Tahun 2014 tentang perlindungan konsumen. Pada UU daerah tersebut BPSK tidak lagi ditangani kabupaten/kota. Namun diambil alih provinsi.

Celakanya setelah diambil alih Provinsi juga sangat lambat. Sehingga kasus kasus konsumen menumpuk dan tidak bisa disidang di BPSK. Pada akhirnya konsumen yang dirugikan.

Armaya mengimbau agar BPSK tahun 2018 segera didanai Provinsi. Karena merupakan kewenangannya sesuai peraturan yang baru.

Begitu juga kasus leasing dan perbankan yang diawasi oleh OJK. Ke depan OJK Bali diharapkan lebih ketat dan tegas mengawasi finance. Agar tidak lagi melakukan pelanggaran menarik paksa kendaraan konsumen yang kreditnya macet. “Bukan berarti kendaraan tidak boleh ditarik tetapi penarikan tidak melanggar peraturan yang berlaku,” katanya. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *