
DENPASAR, BALIPOST.com – Direktur Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Bali I Putu Armaya di Denpasar, Minggu (14/9) menyampaikan, tidak sedikit mobil dan sepeda motor konsumen mengalami kerusakan parah akibat terendam banjir atau pun hanyut.
Situasi ini menimbulkan permasalahan serius, karena sebagian besar kendaraan tersebut masih dalam status pembiayaan kredit melalui perusahaan pembiayaan.
“Kami banyak menerima pengaduan terutama konsumen banjir di Kota Denpasar mengenai mobil dan sepeda motor hanyut dan rusak berat,” katanya.
Konsumen menghadapi beban ganda, satu sisi harus menanggung kerugian materil akibat rusaknya atau hilangnya kendaraan, sementara di sisi lain masih dibebani kewajiban membayar angsuran bulanan kepada pihak pembiayaan.
Padahal, kerugian ini terjadi bukan karena kelalaian konsumen, melainkan akibat bencana alam (force majeure/keadaan kahar) yang tidak dapat dihindari.
Dalam perspektif perlindungan konsumen, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pelaku usaha pembiayaan memiliki kewajiban untuk memberikan perlakuan yang adil, seimbang, dan tidak merugikan konsumen.
Prinsip ini menuntut agar pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) tidak semata-mata menuntut kewajiban pembayaran kredit, tetapi juga memberikan solusi meringankan bagi konsumen terdampak.
Terkait hal ini, Kepala OJK Bali Kristrianti Puji Rahayu mengatakan OJK bersama PUJK serta pemangku kepentingan akan melakukan asesmen dampak banjir tersebut secara lebih komprehensif dengan menerapkan manajemen risiko dan tata kelola yang baik.
Asesmen tersebut akan menjadi pertimbangan dalam menetapkan langkah kebijakan yang tepat sesuai dengan kerangka POJK 19/2022.
Kebijakan POJK Nomor 19 Tahun 2022 ini sebelumnya pernah diterapkan ketika Bali menghadapi dampak erupsi Gunung Agung dan masa pandemi Covid-19.
Pihaknya pun mendorong perbankan dan lembaga jasa keuangan lainnya memberikan restrukturisasi kredit serta berbagai relaksasi lain bagi debitur terdampak dengan tetap memperhatikan prinsip manajemen risiko dan tata kelola yang baik.
Langkah tersebut berhasil menjaga stabilitas sistem keuangan serta memberi ruang pemulihan kepada pelaku usaha. Kendati demikian, dalam pelaksanaan kebijakan dimaksud, OJK menekankan pentingnya memperhatikan prinsip kehati-hatian dan kesesuaian dengan ketentuan yang berlaku. (Suardika/bisnibali)