
DENPASAR, BALIPOST.com – Bank Indonesia (BI) mendorong perbankan untuk mempercepat penyesuaian suku bunga kredit pasca penurunan suku bunga acuan (BI-Rate) sebesar 25 basis poin menjadi 4,75 persen.
Deputi Kepala Perwakilan BI Provinsi Bali, Butet Linda Helena Panjaitan di Denpasar menegaskan, proses penurunan suku bunga kredit membutuhkan waktu karena bank harus menyesuaikan struktur pendanaan dan kondisi likuiditasnya.
“Penurunan suku bunga tidak bisa langsung terjadi begitu BI-Rate turun. Bank memerlukan waktu transisi, tergantung dari kondisi masing-masing bank, terutama posisi pendanaan (funding) dan portofolio likuiditasnya,” ujar Butet, Senin (20/10).
Meski demikian, BI terus mendorong agar perbankan tidak terlalu banyak menempatkan dana di instrumen Bank Indonesia seperti Sekuritas Bank Indonesia (SBI) atau SBR, melainkan menyalurkannya ke sektor-sektor produktif.
“Bank adalah pihak yang menyediakan suplai kredit, tapi tetap harus memperhatikan sisi permintaan. Saat ini pelaku usaha masih bersikap wait and see, namun kami berharap kondisi ini tidak berlangsung lama,” tambahnya.
Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI September 2025, BI menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin, sementara suku bunga fasilitas simpanan (Deposit Facility) dipangkas 50 basis poin menjadi 3,75 persen. Adapun suku bunga pinjaman (Lending Facility) berada di level 5,50 persen.
Kebijakan ini diharapkan dapat menurunkan batas bawah rentang suku bunga agar dana tidak berlama-lama diparkir di BI, sehingga mendorong penurunan bunga deposito dan kredit di perbankan.
Kepala Perwakilan BI Bali, Erwin Soeriadimadja, menambahkan bahwa transmisi kebijakan moneter saat ini masih berjalan lambat. “Secara agregat, BI-Rate sudah turun 125 basis poin, cukup besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, penurunan suku bunga kredit di perbankan masih terbatas,” ujarnya.
Data BI mencatat, suku bunga pasar uang antarbank telah turun dari 6 persen menjadi 4 persen. Sementara suku bunga deposito satu bulan baru turun sekitar 16 basis poin dari 4,81 persen menjadi 4,65 persen. Penurunan suku bunga kredit juga masih tipis, dari 9,20 persen menjadi 9,13 persen.
Menurut Erwin, masih besarnya porsi dana di deposito dengan tingkat bunga tinggi turut memperlambat penyesuaian suku bunga kredit. “Perbankan harus segera menyesuaikan suku bunga sejalan dengan sinyal pelonggaran BI-Rate agar pembiayaan ke sektor riil bisa meningkat,” tegasnya.
BI berharap penurunan suku bunga ini dapat diikuti dengan peningkatan kredit ke sektor-sektor potensial di Bali, seperti ekonomi kreatif, akomodasi dan makanan-minuman (akmamin), pertanian, perdagangan, dan hilirisasi.
Untuk mendukung hal itu, BI telah memperkuat kebijakan makroprudensial, di antaranya melalui ekspansi Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) dan pelonggaran Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM).
“Langkah-langkah tersebut menjaga likuiditas perbankan agar lebih leluasa menyalurkan kredit dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif,” ucapnya. (Suardika/bisnisbali)