
DENPASAR, BALIPOST.com – Optimalisasi pembiayaan hijau masih menghadapi sejumlah tantangan baik dari sisi penawaran maupun permintaan. Meski demikian, Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan dan kolaborasi lintas pihak guna mempercepat transformasi menuju ekonomi hijau yang berkelanjutan.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Erwin Soeriadimadja di Denpasar menegaskan, dari sisi penawaran, beberapa tantangan utama yang dihadapi mencakup keterbatasan kapasitas internal dan infrastruktur perbankan dalam penyaluran pembiayaan hijau sehingga masih cenderung konservatif.
“Instrumen pembiayaan hijau yang terstandarisasi juga masih terbatas dan belum memiliki pasar sekunder yang kuat.
Selain itu, harmonisasi regulasi antarotoritas, termasuk terkait insentif fiskal dan pelaporan ESG, masih perlu terus diperkuat,” ujarnya Senin (3/11).
Erwin menambahkan, sumber pendanaan hijau global sebenarnya tersedia cukup besar, namun belum dapat dimanfaatkan secara optimal. “Kesiapan proyek-proyek berkelanjutan di Indonesia masih terbatas, terutama dalam memenuhi persyaratan ketat penyaluran dana berkelanjutan global,” imbuhnya.
Sementara dari sisi permintaan, tantangan muncul karena masih rendahnya literasi, kesadaran, dan kesiapan pelaku usaha serta masyarakat dalam memanfaatkan pembiayaan hijau.
“Sebagian pelaku usaha belum melihat bahwa proyek hijau dapat meningkatkan profitabilitas jangka panjang. Selain itu, teknologi ramah lingkungan memerlukan investasi besar, sehingga perlu dukungan insentif agar lebih menarik,” jelas Erwin.
Ia menilai pasar produk ramah lingkungan di Indonesia juga masih perlu diperkuat untuk menciptakan permintaan yang stabil. Dengan demikian, pelaku usaha dapat lebih terdorong untuk beralih ke model bisnis berkelanjutan.
Untuk menjawab tantangan tersebut, Erwin menekankan pentingnya penguatan sinergi lintas lembaga. Di tingkat pusat, Bank Indonesia mempererat sinergi kebijakan dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) guna menjaga stabilitas sistem keuangan, serta memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dalam mendukung pertumbuhan ekonomi sejalan dengan program Asta Cita.
“Secara spesifik, Bank Indonesia tengah mengembangkan framework ekonomi hijau, OJK menyusun taksonomi keuangan berkelanjutan, sementara pemerintah menyiapkan regulasi yang mendukung iklim ekonomi hijau yang kondusif. Selain itu, kementerian dan lembaga juga mulai gencar meningkatkan edukasi publik tentang ekonomi berkelanjutan,” terangnya.
Di tingkat daerah, Bank Indonesia Provinsi Bali secara rutin menyelenggarakan forum makroprudensial bersama perbankan untuk mendorong penyaluran kredit ke sektor-sektor produktif, termasuk pembiayaan hijau.
“Kami juga berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk mengembangkan UMKM hijau dan desa wisata berbasis keberlanjutan. Kolaborasi ini melibatkan pemerintah daerah melalui desa adat, perbankan dalam pembiayaan, akademisi melalui kajian, serta masyarakat sebagai penggerak praktik hijau,” paparnya. (Suardika/bisnisbali)










