desa
Warga Desa Pakraman Kintamani saat menjalani tradisi magoak-goakan, Kamis (23/3). (BP/nan)
BANGLI, BALIPOST.com – Desa Pakraman Kintamani melaksanakan tradisi magoak-goakan, Kamis (23/3). Dalam tradisi tersebut, diikuti sekitar 4.000 warga mulai dari kalangan anak-anak, remaja, dewasa hingga yang sudah tua ikut meramaikan tradisi tersebut.

Sejak pagi ribuan warga mulai anak-anak hingga orang tua, dengan mengenakan pakaian adat madya tumpah ruah ke lapangan desa setempat untuk melaksakan tradisi megoak-goakan di lapangan desa atau karang suci.

Pementasan tarian megoak-goakan ini mengundang perhatian semua warga. Tidak jarang peserta harus jungkir balik, akibat arena goak-goakan yang miring. Selain itu, sejumlah peserta khususnya wanita juga banyak tertindih oleh peserta lainnya. Namun hal tersebut, sama sekali tak mengurangi antusias warga mengikuti tradisi tersebut.

Baca juga:  Memperjuangkan Anggaran Desa Adat

Di sela-sela kegiatan Bendesa Desa Adat Kintamani, Nyoman Sukadia, tradisi magoak-goakan ini di mulai pukul 08.00 wita sampai tengah malam nanti.

Kata dia, kegiatan ini laksanakan rutin setiap tahun. Mengingat tradisi ini merupakan warisan dari lelehur yang harus terus di lestarikan dan dijaga. “Kegiatan magoak-goakan ada kaitannya dengan cara keagamaan Nyepi Desa yang dilaksanakan Desa Adat Kintamani. Dimana acara ini sudah dilakukan sejak purnama kesanga 12 Maret lalu dan upacaranya berakhir pada pukul 00.00 Rabu (22/3),” ungkapnya.

Baca juga:  Jalan Provinsi di Kintamani Makin Rusak 

Tujuan dari tradisi magoak-goakan ini adalah untuk menyambungkan tali persaudaraan antara warga di wilayah Desa Pakraman Kintamani. Selain untuk menjaga hubungan antar warga, tradisi ini juga untuk pelestarian lingkungan alam dan satwa.

Dengan tradisi magoak-goakan ini, masyarakat Kintamani tidak boleh melakukan aktivitas, seperti bekerja, menyalakan api. “Jadi untuk hari ini (kemarin red) warga sama sekali tidak ada melangsungkan aktifitas dan fokus mengikuti kegiaatan ini. sehingga warga semuanya bisa megirang-girangan (berseang-senang) mengikuti tradisi ini,’ tegasnya.

Baca juga:  Mutasi di Pemprov Bali, Astawa Jadi Kadisdagperin

Setelah kegiatan magoak-goakan ini, Jumat (24/3) dilaksanakan brata penyepian yang terkait dengan pelestarian alam dan lingkungan. Sabtu (25/3), pelestarian yang ada hubungannnya dengan tanah dan bumi. Dimana semua warga tidak boleh mencangkul tanah. Karena ini sifatnya pelestarian dan menjaga alam. (eka prananda/balipost)

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *