Tanaman jahe gajah yang rusak karena terkena penyakit. Kondisi tersebut diyakini berdampak pada menurunhnya hasil panen. (BP/nan)

BANGLI, BALIPOST.com – Belakangan ini pengembangan jahe gajah di Bangli mulai diminati petani. Salah satunya petani jahe gajah asal Banjar Buungan, Desa Tiga, Jro Nyoman Sutama mengaku sejak beberapa tahun belakangan ini mulai membudidayakan jahe gajah tersebut yang berlanjut hingga sekarang ini.

Jro Sutama Rabu (1/3) mengatakan, pembudidayaan jahe gajah dilakukannya sudah sejak beberapa tahun belakangan ini.

Namun, untuk panen tahun ini diyakini bakal menurun. Pasalnya, sebagian jahe terkena penyakit, yakni batang dan daunnya mengering. Dia mengaku tidak tahu pasti penyakit apa yang membuat tanamannya seperti itu.

Baca juga:  Mendesain Sekolah Ruang Pembenihan Berkualitas

“Jika tidak ada tananaman yang sakit biasanya hasil panen 1:9. Artinya jika bibit yang ditanam 1 kilogram hasil panen yang diraih bisa mencapai 9 kilogram. Kalau sekarang pasti hasilnya 1 berbanding 5 kilo. Jadi hasil panan yang diraih tahun ini pasti menurun,” katanya.

Dikatakannya, jahe gajah hasil kebunnya akan dijual di Bangli dan ke luar daerah seperti Denpasar dan Bandung. “Untuk penjualannya terkadang saya yang menjual langsung, kadang-kadang ada pembeli yang mencari kesini. Nantinya pembeli yang bakal membawa jahe ini ke pasar-pasar yang ada di Denpasar maupun Badung,” katanya.

Baca juga:  Koleksi Lukisan Wayang Kamasan Mandra Tak Hanya Jadi Incaran Kolektor Dalam Negeri

Untuk harga perkilonya, sekarang ini harga jahe cukup murah yakni hanya 2-3 ribu rupiah. Kalau sebelumnya harga perkilonya pernah mencapai Rp 7 ribu perkilo. “Sekarang hargnya murah. Kalau dulu pas harganya tinggi untung yang di raih lumayan. Kalau sekarang untungnya sedikit karena banyak tanaman jahe yang rusak,” pungkas Sutama (Eka Prananda/balipost)

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *