Seorang warga berjalan sambil melihat tumpukan sampah di salah satu titik trotoar Jalan Buana Raya, Denpasar, Senin (8/12). TPA Suwung akan ditutup pada 23 Desember 2025, dimana TPA tersebut selama ini merupakan tempat pembuangan sampah dari Kota Denpasar dan Kabupaten Badung. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung akan ditutup pada 23 Desember nanti. Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Badung yang selama ini bertumpu pada lokasi tersebut untuk persoalan sampah, diharapkan mengoptimalkan teba modern, TPS 3R, TPST, mesin pencacah dan dekomposer, serta pengelolaan sampah berbasis sumber. Khusus teba modern, dinilai hanya sebagai solusi jangka pendek.

Hal tersebut diungkapkan Ketua Komunitas Malu Dong, I Komang Sayuta atau akrab disapa Mang Bemo saat diwawancarai, Senin (8/12).

Baca juga:  Oleng Hantam Truk dan 4 Motor Parkir, Mobil Box Lalu Terguling ke Sungai

Menurutnya, teba modern hanya bisa menampung sampah organik sekitar 2 tahun yang setelah itu akan penuh. Itupun teba modern harus ada di setiap rumah tangga untuk menjadi solusi sampah organik. “Persoalannya kan tidak semua rumah tangga bisa membuat teba modern,” katanya.

Teba modern hanya untuk menampung sampah organik, terlebih untuk organik basah. Sementara, untuk sampah organik kering, seperti bekas canang sari, daun, dan sejenisnya, butuh mesin pencacah. Mesin pencacah ini juga belum dimiliki oleh masing-masing desa.

Baca juga:  Sempat Disorot Warga, Tanggul di Sungai Candigara Diputuskan Dibongkar

Demikian untuk sampah anorganik yang di setiap desa, menurutnya, belum memiliki bank sampah atau bekerja sama dengan pemulung. “Dan sampah residu ini yang menjadi persoalan besar. Karena selama ini pemerintah konsentrasinya pada sampah organik dan anorganik saja,” ujar Mang Bamo.

Lebih lanjut dikatakannya, jika persoalan sampah tidak ditangani dengan baik dan ditutup begitu saja pada 23 Desember nanti, kemungkinan besar masyarakat akan melakukan cara yang salah seperti menumpuk sampah di pinggir jalan, membuang sampah ke sungai hingga membakar sampah. “Sampah yang tidak bisa diselesaikan oleh masyarakat harus diapakan oleh mereka? Tidak mungkin bisa diselesaikan dalam waktu singkat,” terangnya.

Baca juga:  Jelang Galungan, Stok Babi di Karangasem Aman

Menurut Mang Bemo, persoalan sampah ini hendaknya sudah mulai ditangani sejak 5 hingga 10 tahun lalu. Terlebih penggunaan TPA dengan sistem pembuangan terbuka (open dumping) sudah dipastikan sejak awal akan penuh. “Sejak awal harusnya sudah mulai mengedukasi masyarakat di hulu, di hilir mulai disiapkan,” imbuhnya. (Widi Astuti/bisnisbali)

BAGIKAN