
DENPASAR, BALIPOST.com – Masyarakat, khususnya mereka yang tidak puas dengan kinerja hakim dalam mencari keadilan, sudah diberikan ruang. Tidak hanya upaya hukum lebih tinggi seperti banding, kasasi, bahkan hingga PK atau peninjauan kembali, masyarakat juga diberikan ruang untuk melapor ke Penghubung Komisi Yudisial jika melihat ada oknum hakim yang bermain dalam penyelesaian perkara.
Hingga November 2025 ini, Penghubung Komisi Yudisial (KY) Bali menerima tujuh pengaduan masyarakat terkait kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH).
Ketua Penghubung KY Bali, Aryana Putra Atmaja saat dikonfirmasi, Jumat (21/11), mengatakan, dari total tujuh laporan KEPPH yang masuk sampai November ini, satu laporan sedang tahap pemeriksaan.
“Sedangkan yang lainnya menunggu analisis dari KY pusat apakah termasuk kewenangan KY atau bukan,” jelasnya.
Aryana Putra Atmaja mengatakan, untuk saat ini pemeriksaan dari Biro Waskim (Pengawas Hakim) di kantor Penghubung KY Bali baru untuk saksi dan pelapor. “Bahkan pekan lalu kami ada melakukan pemeriksaan,” ujarnya.
Ditegaskan, tujuh laporan KEPPH itu hanya yang dilaporkan ke Penghubung KY Bali. “Ada juga yang dilaporkan langsung ke pusat. Nah soal berapa jumlahnya, tolong konfirmasi ke pusat,” tegasnya.
Pada tahun 2024 lalu, Penghubung KY Bali menerima 18 laporan pengaduan hingga bulan Oktober. Mirisnya, di tahun 2024 lalu, Bali disebut menduduki urutan ke-10 berdasarkan peringkat Komisi Yudisial (KY) sebagai wilayah terindikasi terjadi praktik mafia hukum. Hal tersebut terungkap saat Komisioner Komisi Yudisial RI kala itu Mukti Fajar Nur Dewata melakukan kunjungan kerja ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali.
Mukti mengungkapkan bahwa Bali menjadi salah satu wilayah yang menjadi perhatian dalam praktik mafia hukum. Sehingga data itu sempat dikonfirmasi ke aparat penegak hukum di Bali. (Miasa/balipost)









