Salah satu WNA dideportasi via Bandara Ngurah Rai. (BP/Asa)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Petugas Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar kembali mendeportasi dua warga negara asing (WNA) yang melakukan pelanggaran keimigrasian, Kamis (13/11).

Mereka yang dideportasi adalah WN Chad inisial IAM (33) dan pria WN Maroko YEK (30).

Dalam rilis, Jumat (14/11) disebutkan, mereka dideportasi pada melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali.

Kedua WNA ini terbukti melanggar ketentuan Pasal 75 ayat (1) dan Pasal 78 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

Baca juga:  Pascajalani Tahanan 28 Bulan, WN Italia Dideportasi dari Bali

IAM untuk pertama kalinya ke Indonesia 1 Juni 2024 melalui Bandara Internasional Soekarno–Hatta menggunakan Visa Kunjungan. Saat diamankan IAM mengaku bahwa tujuannya datang ke Indonesia adalah untuk mencari jalan menuju Selandia Baru guna mengajukan suaka, berdasarkan arahan beberapa rekannya. Selama berada di Indonesia, ia menetap bersama seorang teman di Jakarta, sebelum berpindah ke Bali untuk mengejar penerbangan ke Selandia Baru yang telah diatur oleh seorang agen visa bernama Ismail, asal Yaman.

Baca juga:  Tari Bugil di Gunung Batur, Imigrasi Identifikasi Bule Asal Kanada

Ketika endak check-in di Bandara Ngurah Rai pada 31 Juli 2024, IAM ditolak oleh pihak maskapai. Ia tidak mengingat alasan pastinya, namun dugaan kuat penolakan terjadi karena izin tinggalnya telah melewati batas serta adanya masalah pada visa Selandia Baru yang ia pegang. Dalam kondisi tidak memiliki uang, IAM kemudian tinggal di sekitar Masjid Bandara Ngurah Rai selama empat hari sebelum akhirnya diamankan pihak Imigrasi.

Baca juga:  PDN Gangguan, Kakanwil Kemenkumham Bali Akui Berdampak ke Layanan Imigrasi

Sedangkn YEK, WN Maroko sebelumnya menjalani pidana di Lapas Kelas II A Kerobokan akibat kasus penipuan pembayaran sewa sepeda motor.

Kepala Rudenim Denpasar, Gede Dudy Duwita, menegaskan pentingnya penegakan hukum keimigrasian. “Dari hasil pemeriksaan, kedua WNA tersebut terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011. Pelanggaran itu tidak hanya melanggar ketentuan administratif, tetapi juga berpotensi mengganggu ketertiban umum. Oleh karena itu, deportasi menjadi langkah yang paling tepat,” tuturnya. (Miasa/balipost)

BAGIKAN