
MANGUPURA, BALIPOST.com – Menindaklanjuti temuan pelanggaran tata ruang dan perijinan di Samabe Bali Suites & Villas Nusa Dua pada sidak, 16 Oktober 2025 lalu, Panitia Khusus Penegakan Perda Tata Ruang, Perizinan, dan Aset Daerah (Pansus TRAP) DPRD Provinsi Bali akhirnya memanggil langsung pihak manajemen Samabe Bali Suites & Villas, ke Kantor DPRD Bali, Senin (10/11).
Pemanggilan ini untuk meminta penjelasan dan kelengkapan administrasi perijinan Hotel Samabe. Rapat Dengar Pendapat ini dipimpin oleh Sekretaris Pansus TRAP DPRD Bali, Dewa Nyoman Rai dan Dr. Somvir, serta dihadiri OPD terkait dari Provinsi Bali dan Kabupaten Badung.
Dewa Nyoman Rai mengatakan tim Pansus TRAP telah turun ke lapangan dan ditemukan sejumlah pelanggaran yang tidak masuk akal. Seperti, pelanggaran tata ruang, perizinan, termasuk belum terbitnya Sertifikat Laik Fungsi (SLF) untuk restoran, serta izin pembangunan lift yang tidak boleh ditebing dan kolam serta bangunan di bibir tebing yang belum lengkap.
Bahkan, restoran yang tidak ditoleransi di dalam goa yang menjadi salah satu daya tarik resort tersebut juga belum memiliki izin sesuai ketentuan tata ruang dan keselamatan manusia tegas dilarang untuk bangunan.
Tim Pansus juga menemukan adanya sejumlah fasilitas tambahan yang dibangun di luar izin awal yang melanggar UU Tata Ruang Nomor 26/ 2017, Perda Tata Ruang Provinsi Bali terkait sanksi administratif dan sanksi pidana. “Untuk itulah kami memanggil manajemen Samabe untuk melengkapi administrasi perijinan mereka, dan ternyata masih banyak belum lengkap,” ujarnya usai Rapat Dengan Pendapat, Senin (10/11).
Untuk itu, Politisi PDI Perjuangan ini mengatakan bahwa Tim Pansus TRAP memberi waktu selama 2 minggu untuk melengkapi administrasi perijinan yang masih belum lengkap.
Apabila, dalam kurun waktu 2 minggu belum dipenuhi, maka tidak menutup kemungkinan akan dilakukan penutupan permanen terhadap operasional Samabe.
“Kami kasih waktu agar menyelesaikan semua permasalahan itu, izin-izin yang terkait. Termasuk tadi (disampaikan ijin-ijin,red) baru divalidasi, itu kan kata baru, ada apa sebelumnya?,” tandasnya.
Pada kesempatan ini, Dewa Rai mengajak dan berharap kepada investor lain, baik yang sudah mempunyai bangunan atau belum harus melengkapi administrasi perijinan dan persyaratan-persyaratan yang seharusnya dimiliki.
Sehingga tidak terjadi suatu keresahan bagi investor untuk melakukan investasi di Bali. Ia menegaskan bahwa Bali tidak anti dengan investor, melainkan memberikan ruang kepada investor ke Bali dengan syarat-syarat harus dipenuhi.
“Tadi saya sudah sampaikan bahwa, disini ujungnya ada di OSS (Online Single Submission,red) kan begitu. Itu disalah artikan gitu lho. Disalahartikan dalam arti, OSS itu bukan berarti sentralistik, bukan. Jadi, OSS itu cuma pintu masuk aja bagi pemodal. Cuma dapat NIB kan itu. NIB begitu turun di bawah di masing-masing kabupaten, ya harus menyesuaikan dengan rule yang ada di bawah. Misalnya, membangun hotel. Membangun hotel mendatangi dinas perizinan. Dinas perizinan harus kolaborasi dengan dinas pertanian, lingkungan hidup, dinas pariwisata dan sebagainya. Jadi harus menjadi satu ini, tidak bisa satu memberikan izin, yang lain tidak diberikan izin. Banyak hal-hal ini yang terjadi,” terangnya.
Pihaknya pun menyayangkan hanya dengan NIB investor sudah bisa membangun. Padahal, peran aparat desa sangat penting dalam memberikan ijin membangun. Seperti pemberian Amdal.
Sebab, amdal bisa dikeluarkan jika mendapat persetujuan dari kepala lingkungan, aparat desa lainnya, dan masyarakat setempat. “Ingat ini, agar jangan sampai lurah maupun kepala desa seolah diamputasi tupoksinya,” tegasnya.
Sementara itu, pihak menajemen Samabe Bali Suites & Villas Nusa Dua telah menyerahkan dokumen administrasi perlengkapan perizinan yang ada. Namun, masih ada yang belum lengkap. Untuk itu, General Affair Samabe Bali Suites & Villas, Ni Putu Eka Yuliarsi akan mengecek kembali dan segera melengkapi dokumen yang belum lengkap.
“Kalau secara kami pribadi kami sudah berusaha lengkapi, kami verifikasi juga PKKPR-nya, SLF-nya sudah kami ajukan, nanti mungkin ada kekurangan lain tadi yg disampaikan kami cek kembali,” ujarnya.
Terkait restoran di dalam goa, disebutkan bahwa pihaknya sudah mendapat rekomendasi dari Dinas Kebudayaan bahwa goa tersebut bukan cagar budaya dan berada dalam SHGB (Sertifikat Hal Guna Bangunan) kepemilikan PT. Baliprada Segara.
“Kalau goanya kami sudah mendapat rekomendasi dari Dinas Kebudayaan sesuai hasil rekomendasi itu bukan cagar budaya. Kami sudah punya surat pengecekan, itu masih berada di dalam SHGB dari kepemilikan PT. Lahan tidak disewa, itu dibeli tapi karena atas nama PT, jadi menjadi SHGB,” terangnya. (Ketut Winata/balipost)










