
DENPASAR, BALIPOST.com – Lembaga keuangan selain bank dan juga BUMDes, masih menjadi bidikan aparat penegak hukum (APH). Ditengarai di lembaga keuangan sangat rentan terjadinya perbuatan melawan hukum, salah satunya adalah korupsi. Dan perkara yang masuk ke Pengadilan Tipikor Denpasar, kali ini lagi-lagi dari lembaga keuangan adat, yang datang dari kawasan timur Pulau Bali, yaitu LPD Desa Adat Beluhu. Perkara ini limpahan dari Kejari Karangasem ke Pengadilan Tipikor Denpasar. Dalam kasus ini, tak main-main kerugiannya mencapai Rp 20 miliar, persisnya Rp 20.292.147.000.
Jubir PN Denpasar yang juga merupakan salah satu hakim senior Pengadilan Tipikor Denpasar, I Wayan Suarta, dikonfirmasi, Senin (27/10) menyatakan, memang benar sudah masuk perkara dugaan korupsi di LPD. Yang bakalan didudukan sebagai terdakwa adalah Ika Susetiyana Ambarwati dan Henny Kusmoyo.
KPN Denpasar telah menunjuk tiga hakim yang bakalan menyidangkan perkara ini pekan depan, persisnya pada Kamis 6 Nopember 2025 mendatang. Sebagai Ketua Majelis Hakim ditunjuk Putu Gde Novyartha, S.H., M.Hum. Dia adalah Ketua Pengadilan Negeri Tabanan yang dalam hitungan hari juga bakalan dilantik karena dapat promosi menjadi Wakil Ketua PN Denpasar. Sedangkan hakim anggota adalah Nelson dan Dr. Drs. Lutfi Adin Affandi, M.M.
Sementara informasi didapat, bahwa kasus LPD Desa Adat Beluhu, Desa Tulamben, ini dibidik petugas dari Polres Karangasem. Polisi awalnya menerima laporan model A pada 2 Januari 2025, yang ditengarai ini terjadi sejak Februari 2024.
Ika Susetiyana Ambarwati disebut selaku Ketua LPD dan Henny Kusmoyo adalah pihak luar yang diduga mengajukan nama kredit fiktif. Dalam perkara ini, disebut adanya pengajuan kredit fiktif terhadap 87 nama peminjam yang diajukan oleh Henny.
Ika Susetiyana Ambarwati selaku Ketua LPD disebut menyetujui dan menyuruh sekretaris untuk mencairkan pinjaman serta membuatkan Bukti Kas Keluar.
Aksi pencairan uang pinjaman dilakukan secara bertahap dari tahun 2017 hingga 2020 dengan total pencairan awal sebesar Rp 17.193.538.000.
Disebut setelah masa pinjaman berakhir, kondisinya belum bisa dilunasi. Sehingga terjadi restrukturisasi. Informasi didapat, yang diduga menyuruh adalah ketua LPD sebagai konpensasi terhadap puluhan nama peminjam fiktif dari tahun 2021 sampai 2023 dengan jumlah pencairan tambahan sebesar Rp 3.098.609.000.
Sedangkan berdasarkan hasil audit dari Perwakilan BPKP Provinsi Bali, total kerugian negara Cq Keuangan LPD dalam kasus ini mencapai Rp 20.292.147.000.,yang diduga tidak dapat dipertanggungjawabkan terdakwa. (Miasa/balipost)










