
BANGLI, BALIPOST.com – Penolakan terhadap rencana pengoperasian kapal pesiar di Danau Batur, Kintamani meluas. Setelah sebelumnya disuarakan Desa Adat Batur, kini penolakan datang dari Desa Adat Abang Batudinding yang mengkhawatirkan dampak proyek tersebut terhadap kesucian danau.
Bendesa Adat Abang Batudinding, I Made Seraya mengungkapkan, masyarakatnya tidak setuju dengan adanya rencana pengoperasian kapal pesiar di Danau Batur. Kekhawatiran akan dampak buruk terhadap kesucian danau menjadi alasan utama penolakan ini. “Tiap ada paruman masyarakat kami sering mempertanyakan dan menyampaikan penolakan rencana itu,” ungkapnya, Rabu (22/10).
Made Seraya menegaskan, penolakan ini bukan berarti masyarakat tidak setuju dengan pariwisata atau program pemerintah melainkan murni karena prinsip ingin menjaga kesucian danau.
Dikatakan bahwa Danau Batur selama ini dianggap suci dan menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat Desa Adat Abang Batudinding. Masyarakat Desa Adat Abang Batudinding pun secara rutin melaksanakan ritual ngaturang pakelem setiap tahun pada sasih sadha, dengan tujuan memohon keselamatan.
Made Seraya berharap pemerintah daerah kabupaten Bangli dapat melaksanakan sosialisasi langsung kepada masyarakat terkait rencana pengoperasian kapal pesiar tersebut.
“Alangkah bagusnya pemerintah melaksanakan sosialisasi langsung ke masyarakat. Jadi biar tidak seolah-olah tokohnya yang menolak,” harapnya.
Made Seraya juga menyatakan kesiapannya untuk menyampaikan penolakan masyarakat kepada Pemerintah Daerah jika masyarakatnya mendesak hal itu dilakukan.
Sebagaimana yang diketahui rencana pengembangan pariwisata di Danau Batur melalui kerjasama yang dilakukan antara Perusahaan Daerah (Perusda) Kabupaten Bangli, PT Bhukti Mukti Bhakti (BMB), dengan investor asal Korea, menuai sorotan masyarakat. Salah satu proyek yang menjadi perhatian adalah rencana pengoperasian kapal pesiar bertenaga listrik di Danau Batur. Banyak masyarakat yang khawatir kehadiran proyek tersebut akan berdampak pada kelestarian dan kesucian danau. Seperti yang sebelumnya disuarakan Desa Adat Batur.
Penyarikan Desa Adat Batur Guru I Wayan Asta menyampaikan gunung dan danau Batur, bukan hanya obyek wisata melainkan sebuah kawasan sakral yang merupakan bagian tak terpisahkan dari peradaban dan identitas religius masyarakat Bali khususnya masyarakat Batur dan wingkang ranu. Kawasan ini merupakan sumber air kehidupan dan menjadi pusat pelaksanaan ritual-ritual penting seperti tradisi Bhakti pakelem, Nuur Tirta Amerta, dan Danu kerthi.
“Setiap perubahan fisik dan aktifitas baru di kawasan ini berpotensi dapat mengganggu keseimbangan aspek sekala dan Niskala yang menjadi keyakinan turun temurun masyarakat adat. Kami menegaskan bahwa kesucian Danau Batur harus menjadi pertimbangan utama yang tidak dapat dikalahkan oleh kepentingan ekonomi semata,” tegasnya.
Adanya ekslopitasi berlebihan dikhawatirkan mengancam kelestarian sistem sumber daya air yang holistik ini. “Kelestarian dan kesucian Danau Batur merupakan harga mutlak harus kita pertahankan,” imbuhnya. (Dayu Swasrina/balipost)










