TPST Kesiman Kertalangu, Denpasar. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pemkot Denpasar pernah melakukan pengelolaan sampah dengan sistem refuse derived fuel (RDF) di TPST Kesiman Kertalangu. Namun, hingga saat ini gagal dilakukan seperti yang terjadi di Jembrana belum lama ini.

Menurut Wali Kota Denpasar, I Gusti Ngurah Jaya Negara, Senin (21/10), berdasarkan pengalamannya mengelola sampah dengan sistem RDF, gagal atau tidak berhasil melakukannya karena nilai jual ke pabrik semen dan nilai jasa angkut sampah tidak seimbang. Hal ini mengingat jarak TPST ke pabrik semen cukup jauh.

Baca juga:  Pemkot Lelang Sembilan Jabatan Eselon II

Pihak ketiga atau offtaker juga membutuhkan sampah yang menghasilkan kalori tertentu sehingga sampah yang dihasilkan di TPST Kesiman Kertalangu harus sesuai kriteria. “Kadang-kadang pihak ketiga membutuhkan sampah dengan tingkat kalori di atas 25, kalau di bawah 25 persen, sampah harus diputar sampai lima kali,” ujarnya.

Hal itu menyebabkan target volume sampah yang dikelola 450 ton per hari. “Karena sampahnya diputar beberapa kali sehingga dia bisa maksimal 200 ton sehingga tidak maksimal, disamping juga offtaker-nya membeli sampah dengan harga yang sudah ditentukan,” ujarnya.

Baca juga:  Ratusan Ribu Kendaraan Belum Bayar Pajak, Pemutihan Bunga PKB Kembali Diberlakukan

Menurutnya, solusi RDF tidak layak di Bali. Namun, Pemkot Denpasar dulu mencoba melakukan cara tersebut untuk mengelola sampah karena pembangunan tiga TPST di Denpasar merupakan bantuan bank dunia. Mengingat bank dunia tidak membolehkan adanya penggunaan insinerator sehingga dipilihlah pola RDF.

“Akhirnya investor kita sebenarnya mampu bekerja tapi targetnya tidak terpenuhi 450 ton per hari. Ketika dia berusaha mengejar 450 ton, ada masalah lain yang timbul yaitu bau, makanya kami tutup,” ujarnya. (Citta Maya/balipost)

Baca juga:  Baru Rampung Sudah Rusak, Penunjukan Konsultan Pengawas Proyek Denpasar Dipertanyakan
BAGIKAN