Petugas memadamkan kebakaran di Lingkungan Penarukan, Buleleng pada Jumat (12/9/2025) pagi. (BP/Istimewa)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Kasus kebakaran di Kabupaten Buleleng mengalami lonjakan signifikan dalam tiga bulan terakhir.

Meski mayoritas merupakan kebakaran lahan, penyebab utamanya disinyalir berasal dari kelalaian masyarakat, seperti pembakaran sampah sembarangan yang merembet ke area kering.

Berdasarkan data Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (Damkar) Buleleng, tren peningkatan ini mulai terlihat sejak Juli 2025. Pada Juli, Dinas Damkar mencatat ada 14 kejadian, sedangkan pada Agustus ada 18 kejadian. Hingga September puncaknya ada 33 kejadian kebakaran.

Plt Kepala Dinas Damkar Buleleng, Komang Kappa Aryandono, membenarkan peningkatan tersebut. Ia menegaskan bahwa mayoritas insiden dipicu oleh kelalaian saat melakukan aktivitas pembakaran di lahan terbuka.

Baca juga:  DLH Bangli Belum Bisa Perbaiki Kantornya

“Contohnya, membakar sampah di lahan kering tanpa pengawasan. Api bisa dengan cepat menyebar apalagi ditambah angin kencang,” ujarnya, Jumat (3/10).

Secara iklim, Kappa menyebut September hingga pertengahan Oktober biasanya menjadi puncak musim kemarau.

Namun tahun ini, Buleleng mengalami fenomena yang disebut sebagai “kemarau basah”, yaitu kemarau yang masih diselingi hujan ringan.

Meski terdengar positif, kondisi ini justru menyulitkan prediksi potensi kebakaran karena fluktuasi kelembapan udara dan tanah.

Baca juga:  Beri Kuliah Umum di STAHN Mpu Kuturan, Koster Semangati Gen Z

Gerokgak selama ini dikenal sebagai kecamatan paling rawan karena memiliki wilayah kering yang luas. Namun mengejutkan, Kecamatan Buleleng justru mencatat kejadian terbanyak selama September yakni 12 dari total 33 kasus. Artinya, lebih dari sepertiga kebakaran bulan itu terjadi di satu kecamatan saja dari total 9 kecamatan di Kabupaten Buleleng.

Mengantisipasi semakin meluasnya kasus, Bupati Buleleng telah mengeluarkan imbauan kepada seluruh camat dan perbekel (kepala desa) untuk memastikan tidak ada lagi pembakaran sampah di lingkungan masing-masing.

“Secara hukum, pembakaran sampah sudah dilarang. Tapi praktik ini masih sering ditemukan, bahkan sampai menimbulkan kebakaran di dekat TPS,” jelas Kappa.

Baca juga:  Toko Bangunan di Sesetan Terbakar, 6 Mobil Damkar Dikerahkan

Dinas Damkar juga sudah menyusun sistem proteksi kebakaran bekerja sama dengan BRIDA (Badan Riset dan Inovasi Daerah). Relawan telah dibentuk di setiap kecamatan sebagai garda terdepan penanganan awal, meskipun belum dilengkapi Alat Pemadam Api Ringan (APAR) karena keterbatasan anggaran.

“Kami harap para perbekel bisa mengalokasikan dana desa untuk pengadaan APAR, minimal untuk fasilitas umum dan tempat rawan,” tutupnya. (Nyoman Yudha/balipost)

BAGIKAN