
TANGERANG SELATAN – Fania Lingga (26) tampak sibuk di dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Khusus Tangerang Selatan. Setiap hari, ia bersama rekan-rekannya mencuci ribuan ompreng kosong Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang baru saja kembali dari sekolah-sekolah.
Sebagai ibu tunggal, pekerjaan ini sangat berarti bagi Fania. Ia mengandalkan penghasilan dari MBG untuk menghidupi anak semata wayangnya yang baru berusia enam tahun. “Alhamdulillah betah. Kerjanya juga enggak terlalu berat. Di sini nyaman, sudah kayak keluarga sendiri,” ujarnya, tersenyum saat ditemui pekan ini di lokasi SPPG.
Sebelum bergabung di dapur MBG, Fania pernah bekerja sebagai asisten rumah tangga. Namun, ia mengaku jauh lebih bersyukur dengan pekerjaan sekarang.
“Pastinya sedih ya kalau MBG berhenti. Karena MBG ini justru banyak didukung. Banyak orang tua yang ingin program ini ada. Buat saya pribadi, saya enggak tahu bisa cari kerja di mana lagi. Karena cuma di sini saya bisa ditampung,” ungkapnya.
Fania berharap dapur MBG tidak hanya dipertahankan, tapi juga diperluas agar bisa memberikan lebih banyak manfaat. Menurutnya, semakin banyak dapur berarti semakin banyak orang yang terbantu, baik dari sisi penerima manfaat gizi maupun penciptaan lapangan kerja.
“Supaya lebih banyak lagi teman-teman selain saya yang mendapatkan pekerjaan di dapur MBG,” tutupnya.
Cerita lain datang dari Jumadin atau akrab disapa Jujun (50). Siang itu, ayah dua anak itu tampak cekatan mengangkat tumpukan ompreng kosong MBG yang baru tiba. Bersama 13 rekannya, ia membagi tugas: memisahkan sisa makanan, mencuci, lalu mensterilkan sekitar 3.300 ompreng setiap harinya.
“Kita bekerja dari pukul 13.00 WIB sampai pukul 21.00 WIB. Tim pencuci ompreng ada 12 laki-laki dan 2 perempuan,” kata Jujun.
Meski terbilang berat, pekerjaan ini membuat Jujun merasa bangga. “Anak saya juga bangga saya kerja di sini. Bahwa apa yang mereka makan di sekolah, bapaknya ada peran serta di situ,” tutur ayah dua anak ini.
Lebih dari sekadar pekerjaan, program MBG juga meringankan beban keluarganya. Ia tak lagi perlu memikirkan bekal untuk anak-anaknya di sekolah, yang sebelumnya cukup menguras keuangan. “Saya betul-betul merasa terbantu dengan bisa bekerja di sini. Apalagi di usia saya sekarang kan udah enggak mungkin bisa kerja formal,” ucapnya.
Sebagai orangtua, Jujun berharap MBG terus berjalan agar anak-anak Indonesia mendapat gizi yang layak.
“Harapannya program ini jangan sampai berhenti. Karena manfaatnya bukan hanya untuk penerima makan, tapi juga buat orang-orang seperti saya yang masih bisa bekerja di sini,” pungkasnya. (*)