
DENPASAR, BALIPOST.com – Dalam rapat Pansus Tata Ruang, Aset, dan Perizinan DPRD Provinsi Bali yang digelar Selasa (23/9) terungkap ada ratusan tanah bersertifikat yang beririsan dengan Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai.
Keberadaan bangunan di atas tanah-tanah tersebut disinyalir menjadi penyebab banjir bandang di Bali pada 10 September 2025.
Ketua Pansus, I Made Supartha didampingi beberapa anggota Pansus, di Gedung DPRD Bali, Selasa (23/9) mengungkapkan pihaknya memanggil sejumlah pihak. Berbagai pihak ini, terutama mereka yang dianggap mengetahui keberadaan lahan bersertifikat yang berlokasi di kawasan Tahura, salah satunya pabrik milik WN Rusia.
Dinas atau instansi yang dipanggil yaitu Dinas PUPR Bali, BWS Bali-Penida, UPTD Tahura Ngurah Rai, Kanwil BPN Bali, BPN Kota Denpasar dan Kabupaten Badung, serta Satpol PP Bali.
Ada pun jumlah tanah yang bersertikat mencapai 106 lahan. Komposisinya 35 sertifikat di wilayah Denpasar dan 71 sertifikat di Badung. Di antaranya Pemogan 32 sertifikat, Sidakarya 3 sertifikat, Kuta sebanyak 21 sertifikat, Jimbaran berjumlah 29 sertifikat, Kedonganan 5 sertifikat, Tuban 3 sertifikat, dan Tanjung Benoa 1 sertifikat.
Sejumlah pertanyaan dilontarkan oleh Ketua Pansus, I Made Supartha kepada Kepala UPTD Tahura Ngurah Rai, Kepala Kanwil BPN Bali, dan pihak Balai Wilayah Sungai Bali-Penida terkait kondisi Tahura, kepemilikan sertifikat bidang tanah di kawasan Tahura, dan kondisi sungai hulu hingga hilir di Bali.
Kepala UPTD Tahura Ngurah Rai, I Putu Agus Juliartawan mengatakan Tahura Ngurah Rai ditetapkan fungsinya dengan luas areal 1.373,5 hektare. Namun, karena adanya tukar menukar dan pemanfaatan lahan, luas hutan mangrove saat ini 932,49 hektare.
Ia menegaskan bahwa tanah yang berada di kawasan Tahura Ngurah Rai tidak bisa disertifikatkan oleh siapa pun.
Suasana RDP sempat tegang ketika I Made Supartha mencecar sejumlah pertanyaan kepada kepala Kanwil BPN Bali, I Made Daging, terkait pelanggaran yang terjadi. Pasalnya, terungkap ada 106 bidang tanah yang bersertifikat yang dimiliki perorangan yang beririsan dengan kawasan Tahura.
Supartha menegaskan bahwa Kanwil BPN Bali tidak boleh mengeluarkan sertifikat untuk tanah di kawasan di Tahura. Sebab, seluruh tanah yang ada di Tahura tidak boleh disertifikatkan.
Kepala Kanwil BPN Bali, I Made Daging mengatakan memang ada sebanyak 106 sertifikat bidang tanah dimiliki oleh perseorangan. Bahkan, ada lebih dari 1 sertifikat dimiliki oleh 1 orang.
Namun, tidak semua tanah tersebut beririsan dengan kawasan Tahura yang dilindungi. “Mungkin ada sekadar beririsan sedikit, ada yang banyak, ada juga yang sepenuhnya di dalam. Nanti kita perlu dalami lagi bersama pihak kehutanan. Masih indikasi, kami perlu pendalaman lagi,” ungkapnya.
Terkait bidang tanah yang menjadi objek temuan sidak Pansus DPRD Bali di Sidakarya, dikatakan telah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama seorang warga negara Indonesia (WNI) asal Bali sejak tahun 2017 dengan luas 3.050 m². Hak kepemilikan ini sah dan telah diwariskan kepada ahli warisnya.
Dijelaskan, menurut Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2021, lahan tersebut termasuk dalam kawasan perdagangan dan jasa dan berdasarkan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Wilayah Perencanaan (WP) Selatan (Perwali No. 8 Tahun 2023), lahan ini masuk dalam Kawasan Peruntukan Industri.
Dari hasil pengecekan pada peta pendaftaran tanah, lahan tersebut tidak termasuk dalam kawasan Tahura dan batas bidangnya masih jelas terpasang.
Dikatakan, berdasarkan data pada Komputerisasi Kegiatan Pertanahan (KKP) Kementerian ATR/BPN kepemilikan bidang tersebut masih atas nama WNI (ahli waris 6 orang) dan tidak ada catatan ataupun informasi terkait kepemilikan orang asing. (Ketut Winata/balipost)