
DENPASAR, BALIPOST.com – Pansus Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (TRAP) DPRD Provinsi Bali memanggil sejumlah pihak terkait pelanggaran tata ruang yang ada di Bali, sebagai salah satu sebab banjir bandang di Bali pada 10 September 2025.
Terutama di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) yang lahannya mulai disertifikatkan. Padahal, Tahura menjadi salah satu hilir dari aliran sungai.
Rapat dengar pendapat (RDP) ini dipimpin langsung oleh Ketua Pansus TRAP DPRD Bali, I Made Supartha didampingi beberapa anggota Pansus.
Suasana RDP sempat tegang ketika I Made Supartha mencecar sejumlah pertanyaan kepada Kepala UPTD Tahura Ngurah Rai dan Kanwil BPN Bali terkait pelanggaran yang terjadi. Pasalnya, terungkap ada 106 bidang tanah yang bersertifikat yang dimiliki perorangan yang beririsan dengan kawasan Tahura.
Yaitu, 35 sertifikat di wilayah Kota Denpasar dan 71 sertifikat bidang tanah di kawasan Kabupaten Badung. Termasuk tanah yang dimiliki WN Rusia yang membangun pabrik di kawasan Tahura.
Dinas atau instansi yang dipanggil yaitu Dinas PUPR Bali, Dinas KLH Bali, BWS Bali-Penida, UPTD Tahura Ngurah Rai, Kanwil BPN Bali, BPN Kota Denpasar dan Kabupaten Badung, serta Satpol PP Bali.
Supartha menegaskan Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Bali tidak boleh mengeluarkan sertifikat untuk tanah di Tahura. Sebab, seluruh tanah yang ada di Tahura tidak boleh disertifikatkan.
Siapa pun pemiliknya. Termasuk tanah perorangan yang beririsan dengan Tahura. Karena kawasan tersebut merupakan kawasan yang dilindungi. Dikatakan, Tahura Ngurah Rai memiliki luas 1.373,5 hektar yang tidak boleh disertifikatkan. (Ketut Winata/balipost)