Produksi beras di MRU Mengwitani belum maksimal lantaran produksi gabah di tingkat petani masih rendah.(BP/dok)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Produksi beras di Rice Milling Unit (RMU) Mengwitani, Badung, belum berjalan maksimal. Dalam dua bulan terakhir, serapan gabah hanya mencapai rata-rata 200 ton. Hal ini terjadi karena hasil produksi gabah petani turun dan sebagian petani memilih menjual atau mengelola sendiri hasil panennya.

Direktur Utama Perumda Pasar dan Pangan Mangu Giri Sedana, I Wayan Suryantara, saat ditemui Senin (22/9) membenarkan kondisi tersebut. Rendahnya produksi petani ini mengakibatkan naiknya harga beras di pasaran. “Sapan dari rice milling belum maksimal, karena musim panennya memang sedikit dan beberapa tersebar di penyosohan lainnya. Karena itu harga beras naik, karena penurunan produksi petani,” jelasnya.

Baca juga:  Disidang Pekan Ini, Kasus Raibnya Dana Nasabah Puluhan Miliar

Menurutnya, harga gabah saat ini cukup tinggi, berkisar Rp6.000 hingga Rp6.200 per kilogram. Perumda MGS sendiri siap menyerap gabah langsung dari petani dengan harga yang disepakati. “Rata-rata pembelian gabah petani Rp6.000 per kilogram kering panen, namun saat ini menurun, belum lagi kena hama. Nanti sebulan lagi baru panen raya. Selama dua bulan terakhir memang turun,” katanya.

Ia menyebutkan, serapan gabah petani fluktuatif mengikuti musim. Saat paceklik, hanya 200 ton gabah terserap per bulan. Namun, awal Oktober mendatang sejumlah subak di Sempidi, Gulingan, Sembung, Penarungan, hingga Darmasana sudah bersiap panen raya.

Baca juga:  Persekaba Juara Liga 3 Rayon Bali

“Nanti pada panen raya, harga gabah akan turun sekitar Rp100–200 per kilogram. Kalau sekarang masih tinggi Rp6.000 hingga Rp6.200 per kilogram,” ujarnya.

Suryantara juga menyoroti pengaruh cuaca ekstrem terhadap kualitas panen. Sebab, cuaca ekstrem akan mempengaruhi hasil panen, yakni kualitas gabah kurang baik. “Resikonya, kualitas gabah tidak baik, karena angin mengakibatkan padi yang siap panen rebah,” ucapnya.

Pembangunan RMU Mengwitani sendiri dimulai Januari 2024 dan rampung Agustus 2024 dengan proses lancar. Perumda MGS telah menjalin kerja sama dengan petani, BUMDes, hingga BUMD. Dengan kapasitas penggilingan 3 ton per jam serta teknologi canggih yang mampu menurunkan kadar air gabah hingga 14 persen, RMU ini diharapkan menjadi solusi pengolahan hasil panen petani Badung secara lebih efisien.

Baca juga:  Minim Sosialisasi, Penumpang Keluhkan Penerapan Tiket Elektronik

Pemerintah Kabupaten Badung juga telah menyiapkan lahan seluas 36 are untuk mendukung pembangunan RMU yang berdampingan dengan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Mengwitani. Proyek yang menelan anggaran Rp19,04 miliar dari dana penyertaan modal Pemkab Badung tahun 2023 ini diharapkan mampu memperkuat ketahanan pangan daerah.(Parwata/balipost)

BAGIKAN