
DENPASAR, BALIPOST.com – Kelangkaan LPG 3 Kg di Bali disoroti DPRD Bali. Komisi III DPRD Bali pun menggelar rapat koordinasi membahas permasalahan tersebut, Senin (25/8).
Ketua Komisi III DPRD Bali, I Nyoman Suyasa memaparkan situasi dan kondisi akibat kelangkaan LPG 3 Kg di Bali. Bahkan dari laporan yang diterima saat ini harganya sudah menyentuh Rp25 ribu,.jauh lebih tinggi dari harga yang ditetapkan.
Bahkan hingga saat ini kelangkaan gas melon tersebut masih terjadi di beberapa wilayah.
Menurutnya, LPG 3 Kg merupakan kebutuhan vital bagi masyarakat, baik rumah tangga maupun pelaku UMKM. Kondisi kelangkaan ini membuat warga kesulitan. “Bayangkan untuk mencari LPG kalau tidak antre berjam-jam, nyarinya susah juga, kemudian harganya naik. Ini kan miris sekali bagi yang merupakan daerah yang pariwisata, kaya itu kan, ternyata ketersediaan LPG subsidi langka,” ucapnya.
Pihak Pertamina Migas yang diwakili Endo Eko Satrio selaku Seles Area Manager Retail Bali, mengatakan pihak pertamina sudah menyalurkan LPG 3 Kg ke masyarakat sesuai kuota yang dialokasikan untuk Bali. Penyaluran diklaim tidak ada hambatan.
Pihaknya pun telah melakukan pengawasan sesuai prosedur. Hanya saja kelemehanya adalah tidak ada filter untuk NIK yang mana boleh menggunakan LPG 3 Kg yang mana tidak. “Celahnya, pengawasan sudah dilakukan per NIK. Namun NIK mana yang boleh menggunakan LPG 3 kg mana yang tidak itu belum ada. semua NIK bisa masuk dan mendapatkan LPG 3 Kg,” ungkapnya.
Dalam pemberian kuota LPG 3 Kg, pihak pertamina Patra Niaga menggunakan dasar data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS ) dari Kementerian Sosial. Kuota LPG 3 kg di Bali berdasarkan data tersebut tercatat pada 2024 mencapai 239.223 metrik ton dengan realisasi mencapai 236.811 metrik ton atau 99,4 persen.
Sedangkan jumlah kuota LPG tabung 3 Kg pada 2025 Provinsi Bali mencapai 231.193 metrik ton, “Mengalami penurunan dari tahun sebelumnya,” katanya.
Ia melanjutkan, sangat setuju untuk mengatasi kelangakaan tersebut dengan memberikan kuota sebanyak-banyaknya. Namun APBN tidak memungkinkan untuk melakukan subsidi terus menerus. Sehingga kuota pun setiap tahunnya menurun. “Beban APBN kita tidak bisa terus menerus melakukan subsidi,” tandasnya. (kmb/balipost)