
DENPASAR, BALIPOST.com – Menjelang hari kemerdekaan RI pada 16 Agustus 2025, nama Setya Novanto kembali mencuat di tengah pemberian remisi bagi para narapidana oleh pemerintah. Namanya masuk dalam lampiran kado remisi HUT ke-80 RI.
Bagaimana jejak hukum kasus Setya Novanto hingga mendapatkan “kado bebas” padahal sempat divonis 15 tahun oleh pengadilan?
Setya Novanto pernah menjadi politikus yang berpengaruh di Indonesia. Namanya kemudian identik dengan skandal besar, mulai dari rekaman “Papa Minta Saham”, drama kecelakaan “tiang listrik” hingga vonis 15 tahun penjara dalam kasus mega korupsi e-KTP.
Kariernya mulai moncer tatkala bergabung dengan Partai Golkar di era reformasi. Hal ini kemudian mengantarkannya menduduki kursi legislatif, sejak tahun 1999 menjadi anggota DPR RI, terakhir sejak Oktober 2014 terpilih dan menjabat sebagai Ketua DPR RI.
Berpengalaman sebagai pengusaha, Setnov demikian pria ini akrab disapa dikenal sebagai politisi yang pawai membangun jaringan. Pada 2017 Setnov juga menduduki jabatan Ketua Umum Golkar, menggantikan Aburizal Bakrie.
Akan tetapi, nasib apes dialaminya. Pada tahun 2015, Setya Novanto terlibat skandal politik dalam kasus “Papa Minta Saham” dan Kasus Korupsi e-KTP pada tahun 2017. Berikut rekam jejak Setnov, dikutip dari berbagai sumber:
Kilas Balik Kasus “Papa Minta Saham”
Kasus “Papa Minta Saham” terungkap dari rekaman percakapan terkait permintaan saham PT Freeport. Kasus ini mencuat tahun 2015, bermula dari rekaman percakapan antara Setya Novanto dengan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin, serta pengusaha Muhammad Riza Chalid.
Dalam percakapan tersut, Setya Novanto diduga meminta saham PT Freeport Indonesia dengan mengatasnamakan Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla. Kasus ini populer dengan istilah “Papa Minta Saham”.
Akibatnya, SN mundur dari jabatan Ketua DPR RI pada Desember 2015. Namun, pada 2016 Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) menutup kasus ini karena dinilai tidak cukup bukti.
Kilas Balik Kasus Mega Proyek e-KTP
Setelah MKD menutup kasusnya, Setya Novanto Kembali terpilih menjadi ketua DPR RI. Akan tetapi, pelarian skandal politiknya berakhir di bulan Juli 2017. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik (e-KTP) senilai Rp 5,9 triliun.
Ia diduga menerima aliran dana hingga USD 7,3 juta (sekitar Rp 101 miliar). Proses hukum sempat berlarut karena SN beberapa kali mangkir dari pemeriksaan KPK. Publik masih ingat insiden kecelakaan mobil “tiang listrik” yang menimpa dirinya pada November 2017, saat hendak ditangkap KPK. Namun akhirnya, pada Desember 2017 ia resmi ditahan KPK.
Kilas Balik Persidangan
Persidangan perdana Setya Novanto digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, 13 Desember 2017, dengan ketua Majelis Hakim, Yanto. Dalam surat dakwaan jaksa KPK, perbuatan Setya Novanto telah merugikan negara Rp2,4 Triliun dalam proyek e-KTP.
Dalam proses persidangan, Setya Novanto hadir dengan kondisi fisik terlihat lemah, bahkan sempat menggunakan kursi roda. Hal ini dijadikan alasan bagi kuasa hukumnya, berulang kali mengajukan keberatan (eksepsi) dengan alasan Kesehatan dan procedural. Akan tetapi, Jaksa KPK tetap mengungkap peran besar Setya Novanto dalam mengatur kontribusi dana korupsi e-KTP ke sejumlah pihak.
Pada April 2018, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 15 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan, serta pencabutan hak politik selama 5 tahun setelah menjalani masa hukuman. Dalam Amar putusan hakim. Setya Novanto terbukti menerima gratifikasi dan menyalahgunakan kewenangan dalam proyek e-KTP. Terdakwa juga diwajibkan membayar uang pengganti senilai Rp 7,3 juta dolar AS.
Kilas Balik Selama di Penjara
Setelah divonis 15 tahun penjara, pada April 2018, Setya Novanto menjalani hukuman penjara di Lapas Kelas I Sukamiskin, Bandung. Meski sudah divonis, namun nama Setya Novanto tetap muncul dalam pemberitaan media. Beberapa kali, napi Setya Novanto tertangkap media “jalan-jalan” di luar lapas, bahkan pernah difoto sedang makan di restoran Padang dan bermain golf. Hal ini memunculkan sorotan publik terkait istimewanya perlakuan terhadap napi korupsi kelas kakap.
Setya Novanto Berstatus Bebas Bersyarat
Setelah menjalani dua pertiga masa pidananya kini terpidana Setya Novanto menjalani status bebas bersyarat. Status ini bersamaan dengan perolehan remisi. Akan tetapi, pembebasan yang diperoleh Setya Novanto bukan semata karena perolehan remisi.
Pada tanggal 4 Juni 2025, Makamah Agung mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali (PK), berupa pengurangan hukuman Setya Novanto dari 15 tahun penjara menjadi 12 tahun 6 bulan.
Namun karena sudah menjalani hukuman dua pertiga masa pidana, dan dinilai telah berkelakuan baik, mengikuti pembinaan, dan telah melunasi denda serta uang pengganti, Setya Novanto resmi dibebaskan secara bersyarat pada 16 Agustus 2025.
Bertepatan hari kemerdekaan, Setya Novanto juga memperoleh remisi selama 28 bulan 15 hari selama masa tahanan.
Remisi Total : 28 Bulan 15 hari
Hukuman Akhir (PK) : 12 tahun 6 Bulan penjara
Tanggal Bebas Bersyarat : 16 Agustus 2025
Syarat pembebasan : Menjalani kurang lebih 2/3 hukuman, bayar denda/Uang pengganti, berkelakuan baik.
Wajib lapor : Setiap Bulan hingga 1 April 2029
Sisa uang pengganti : Kurang lebih Rp5,3 miliar (dibayar dengan hukuman subsider 2 bulan 15 hari)
Meski sudah memperoleh pengurangan hukuman dan sudah bebas, Setya Novanton masih wajib untuk melapor setiap bulan kepada Balai Pemasyarakatan (Bapas), hingga masa percobaan berakhir 1 April 2029. (Agung Dharmada/balipost)