Wisatawan sedang berlatih yoga di Desa Sesandan, Tabanan. (BP/Istimewa)

TABANAN, BALIPOST.com – Meski tidak memiliki potensi wisata yang mencolok seperti desa wisata lainnya, Desa Adat Sesandan di Desa Megati, Kecamatan Selemadeg Timur, justru mulai menarik perhatian wisatawan mancanegara.

Berbekal kemauan kuat dan kreativitas warga, desa adat ini menjelma menjadi tujuan wisata alternatif berbasis alam dan ketenangan spiritual.

Kini, wisatawan dari sejumlah negara seperti Amerika, Eropa, Australia hingga Asia kerap berkunjung, dengan rata-rata kedatangan mencapai 50 orang per bulan.

Mereka datang bukan untuk berlibur biasa, tetapi untuk mencari ketenangan melalui akomodasi bernuansa alam, suasana pedesaan yang tenang, dan atraksi yoga yang belakangan ini memang menjadi trend.

Baca juga:  2018 Ajang Promosi Besar-besaran, Destinasi Harus Disiapkan

“Kesan dari tamu yang pernah datang rata-rata sangat puas. Banyak yang berencana datang kembali, dan sudah ada beberapa yang menjadi tamu langganan (repeater),” ungkap Bendesa Adat Sesandan, I Gede Sukarya, Rabu (30/7).

Lanjut kata Sukarya, saat ini sudah terdapat lima akomodasi wisata yang dikelola oleh warga. Akomodasi tersebut berdiri berdampingan dengan hamparan sawah dan kebun, menciptakan suasana alami yang cocok untuk aktivitas “healing” dari kepenatan kota.

Ditambah lagi kehadiran praktisi yoga lokal yang mendapatkan izin dari pemilik Yoga Watukaru, menambah nilai atraksi desa ini. Lokasi latihan yang tenang, berpadu dengan suara alam, menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang mencari ketenangan jiwa.

Baca juga:  Pulihkan Ekonomi, Pemerintah Pusat Wajib Bantu Bali

Potensi tersebut kini dikelola secara terorganisir oleh Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Sesandan Heritage, yang berada di bawah struktur kelembagaan desa adat. Mereka berfokus pada pengembangan pariwisata yang berkelanjutan dan berakar pada budaya serta kearifan lokal.

Desa Adat Sesandan sendiri memiliki luas wilayah lebih dari 141 hektar, dengan 125 hektar di antaranya merupakan lahan pertanian aktif, baik subak basah maupun subak kering. Untuk menjaga kelestarian lahan, desa adat juga menetapkan perarem sebagai bentuk kesepakatan adat dalam perlindungan pertanian dari alih fungsi lahan.

Baca juga:  Diduga Terpeleset, Kakek Tewas di Dekat Tukad Yeh Kajang

“Kami sadar tidak punya destinasi unggulan, tapi justru itu yang menjadi kekuatan. Kami menjual kealamian, keheningan, dan pengalaman hidup di desa yang otentik,” ujar Sukarya.

Semangat warga yang ingin turut menikmati “kue” pariwisata Bali kini mulai membuahkan hasil. Dengan tetap menjaga identitas sebagai desa adat agraris, Desa Sesandan perlahan menjelma sebagai tujuan wisata yang cocok untuk lokasi healing. (Puspawati/balipost)

BAGIKAN