
DENPASAR, BALIPOST.com – Pembangunan akomodasi pariwisata di Bali memang tanpa perencanaan jelas. Banyak yang dibangun secara liar melanggar aturan. Untuk itulah penegakan aturan mesti dengan tegas agar taksu Bali tidak memudar. Demikian disampaikan dua akademisi Universitas Udayana, Dr. I Made Sarjana dan Prof. Putu Anom.
Menurut Peneliti Pusat Unggulan Pariwisata Universitas Udayana (Unud) I Made Sarjana, Jumat (25/7), pembangunan akomodasi pariwisata nyaris tidak ada perencanaan yang jelas. “Pemilik modal ataupun masyarakat lokal cenderung berlomba-lomba mencari kawasan paling bagus, terdepan di pantai agar dapat view bagus sehingga melupakan keseimbangan alam,” ujarnya.
Aksi tegas Pemkab Badung dan Pemprov berupa pembongkaran bangunan akomodasi yang melanggar harus konsisten dilakukan. Untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa pelanggaran yang dilakukan pasti akan ditindak.
Dengan demikian efek jera terhadap pelanggaran akan muncul. Adanya perizinan lewat OSS kini memudahkan siapa pun untuk memiliki usaha termasuk membangun tempat usaha. Terbangunnya usaha di tempat yang tidak semestinya terjadi karena adanya tindakan kucing-kucingan yang dilakukan pelaku usaha dan masyarakat.
“Kalau masyarakat lokal mencuri-curi kesempatan untuk membangun toh juga pemerintah tidak menggubris sehingga dia merasa benar setelah berdiri. Dengan demikian jika pemerintah tidak konsisten menegakkan aturan pada pelanggaran sebelumnya, maka masyarakat mengabaikan pelanggaran dengan membangun tanpa memperhatikan keberlanjutannya,” jelasnya.
Masyarakat juga harus peduli terhadap lingkungan, tidak hanya memperhatikan aspek keuntungan ekonomi. Kedua belah pihak, baik masyarakat maupun pemerintah harus saling memberikan andil terhadap pembangunan pariwisata.
“Seharusnya kejadian pembongkaran di Pantai Bingin tidak sampai terjadi jika sejak awal dilakukan koordinasi antarpemerintah, mulai dari tingkat paling bawah yaitu kelurahan/desa. Mestinya ini juga mendapatkan sosialisasi juga tentang tata ruang yang detail, dan para pemimpin yang ada di tingkat bawah yang paling tahu situasinya. Jika memang melihat ada kegiatan mencurigakan seperti pelanggaran pembangunan, mestinya dilaporkan ke atas atau masyarakat lain yang melihat pelanggaran itu, mestinya melaporkan,” bebernya.
Maka dari itu perlu dukungan semua pihak untuk menjaga kelestarian alam Bali, membangun pariwisata berkelanjutan. Masyarakat harus juga memberikan kontrol, tidak hanya pada pemerintah tapi juga horizontal, di lingkungannya.
Guru besar pariwisata Universitas Udayana (Unud) Prof. Putu Anom mengatakan, penataan pariwisata memang harus dilakukan agar taksu Bali tidak memudar. Kerusakan lingkungan membuat taksu Bali meredup.
Tata kelola lingkungan lemah, tidak hanya terjadi di galian C Karangasem tapi juga di tebing Uluwatu yang berpotensi mengalami kerusakan.
Pengembangan pariwisata di Bali hendaknya sesuai aturan. Karena jika terus dilanggar, pada akhirnya berdampak pada kehidupan sosial dan ekonomi di Bali.
“Jangan terlalu mengejar PAD sebanyak-banyaknya tapi merusak lingkungan, merusak etika masyarakat kita. Berpikir pragmatis, ekonomis, kapitalis sehingga lupa dengan taksu Bali,” ujarnya. (Citta Maya/balipost)