
DENPASAR, BALIPOST.com – Ni Jero Samiarsa, Ibunda dari Wali Kota Denpasar I Gusti Ngurah Jaya Negara berpulang, Kamis (17/7) pukul 15.00 di RS Ngoerah. Almarhum berpulang pada usia 90 tahun.
Karangan bunga dan pot bunga ucapan duka terus berdatangan. Karangan bunga pertama yang datang dari Megawati Soekarno Putri dan Puan Maharani.
“Karangan bunga Bu Mega, Mas Nanda, Bu Puan yang pertama kali datang. Kok mereka bisa langsung tahu, padahal saya tidak ngasi kabar tapi mungkin Bintang (Bintang Puspayoga, red) bersama ibu dari China dan Jakarta, mungkin karena ibu sakit, dia balik ke Bali, mungkin dari sana Bu Mega tahu,” ujar Wali Kota Denpasar I Gusti Ngurah Jaya Negara ditemui di Jero Gede Penatih, Kelurahan Penatih, Jumat (18/7).
Ia menuturkan almarhum masuk rumah sakit sejak tiga hari lalu. “Tapi sakitnya sudah lama, karena sudah umur, diabet, jantung, lever juga,” ujarnya.
Sejak tiga hari masuk rumah sakit, semua anak-anak almarhum pulang, termasuk Bintang Puspayoga. “Bintang dari rumah sakit sampai malam dan tidur di sini (di Jero) semalam,” tuturnya.
Ia sebagai anak laki-laki merasa kehilangan karena kepergian sang ibu. Namun keluarganya sudah mengikhlaskan karena penyakit yang diderita cukup parah.
Almarhumah yang berasal dari Desa Sembung, Mengwi menikah dengan Gusti Ngurah Gde Sutedja (almarhum) dan melahirkan 9 anak, 3 diantaranya aktif di dunia politik yaitu ia sendiri, adiknya I Gusti Ayu Bintang Darmawati dan I Gusti Ngurah Gede Marhaendra Jaya.
Sebagai ibu tunggal karena ditinggal meninggal oleh suami tahun 1986, almarhum aktif sebagai wanita Hindu Bali dalam pembuatan banten. Semasa hidupnya, aktivitas sebagai serati lah yang menghidupi keluarganya. Hingga kini almarhumah mampu mempekerjakan 8 orang, 1 diantaranya laki-laki.
“Dari kecil almarhum mahir membuat banten, beliau yang malah membiayai hidup kita semua. Lumayan hasil jual beli bantennya,” tuturnya.
Saat ditinggal ayah, Jaya Negara yang masih kuliah dan adiknya yang masih SMA, sangat bergantung pada ibunya. “Waktu ditinggal Ajik, kita sudah besar- besar,” tuturnya.
Rencananya, palebon almarhum dilaksanakan pada 4 Agustus. Diawali dengan upacara nyiramin pada 20 Juli.
“Karena bagaimana pun juga ibu tiang seorang serati banten sehingga dibenarkan tingkatan upacaranya sampai ngewangun,” ungkapnya.
Mengingat dewasa nyiramin tiga hari pascameninggal, ia pun kini fokus pada upacara ibundanya. “Jadi kita fokus dulu di sini karena banyak yang harus dipersiapkan,” imbuhnya. (Citta Maya/balipost)