Wisatawan sedang melihat produk-produk UMKM. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Dipangkasnya kebijakan tarif masuk produk Indonesia ke Amerika Serikat dari 32 persen menjadi 19 persen belum menjadi kabar gembira bagi eksportir Bali. Mereka khawatir ekspor produk Bali ke AS kian melemah.

Menurut Ketua Asosiasi Eksportir dan Produsen Handikarft Indonesia (Asephi) Bali Ketut Dharma Siadja saat diwawancarai, Kamis (17/7), saat ini saja ekspor ke AS lemah karena tarif yang berlaku 10 persen, Tak hanya itu, menurunnya ekspor juga dikarenakan ekonomi global.

Baca juga:  Wagub Bali Tanggapi Kematian WNA Pasien Infeksi Menular di RSUP Sanglah

Ia mengatakan, tarif 19 persen tersebut menjadi ancaman di tengah melemahnya ekspor kerajinan Bali ke negara tersebut. Pihaknya berharap agar tarif ekspor dari negara kompetitor ke AS bisa lebih tinggi sehingga bisa memberi peluang lebih banyak bagi produk Indonesia masuk ke AS.

Dia mengakui saat pajak ke AS naik menjadi 10 persen pada April 2025, banyak buyer yang melakukan negosiasi hingga melakukan penundaan pembelian. Sebelumnya pajak kerajinan ke negara tersebut nol persen.

Baca juga:  Soal OTT Pengelolaan Obyek Wisata, MMDP Klungkung akan Kumpulkan Bendesa

“Sekarang dikonfirmasi lagi akan menjadi 19 persen. Mudah-mudahan negara lain di atas kita, sehingga landing cost barang kita lebih murah di sana,” jelasnya.

Darma yang juga menjabat sebagai Ketua Asosiasi Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) mengaku ekspor produk Bali ke AS sedang menurun. “Situasi ekonomi Amerika dan global saat ini belum pulih, sedang melambat, kemudian ada penambahan tarif ini sehingga barang-barang kita di Amerika menjadi lebih mahal lagi. Dengan itu daya beli yang sudah rendah dikahwatirkan akan menjadi lebih rendah lagi,” terangnya.

Baca juga:  Sebarkan Foto Telanjang Mahasiswinya, Oknum Dosen Diadili

Saat ini, kata dia, banyak buyer yang memperbincangkan untuk mengirim lebih awal produk asal Indonesia untuk menghindari kenaikan tarif pajak. Ia mengaku mau tidak mau kebijakan tersebut harus diikuti dan berharap agar tarif negara pesaing lebih besar dibandingkan Indonesia sehingga bisa menekan persaingan. (Widiastuti/bisnisbali)

 

BAGIKAN