
DENPASAR, BALIPOST.com – Penanganan sampah di Bali diminta dilakukan secara holistik, termasuk soal kebijakannya. Jangan seperti saat ini, yang hanya terkesan tak adil karena pelarangan hanya dikenakan pada produksi dan distribusi air minum dalam kemasan (AMDK) di bawah satu liter. Demikian disampaikan Ketua Fraksi Partai Gerindra-PSI DPRD Provinsi Bali, I Gede Harja Astawa, Selasa (8/7).
Ia meminta agar pemerintah menerbitkan imbauan yang tidak tebang pilih dalam penanganan sampah. Salah satu contohnya adalah larangan produksi dan distribusi AMDK di bawah 1 liter untuk mengurangi sampah plastik. Sebab, plastik tidak hanya dipakai oleh air kemasan tetapi dalam banyak produk pangan dan non-pangan lainnya.
Artinya, pelarangan harus bersifat holistik dan tidak menyasar pada satu kemasan plastik saja. “Kemasan itu tidak air saja ya. Juga ada produk shampo, ada produk minuman lain, macam-macam. Kebayang nggak kalau itu ketat dilakukan? Kalau tidak ketat berarti kan tebang pilih ini nggak bagus juga,” ujar Gede Harja Astawa, Selasa (8/7).
Ia menegaskan bahwa sampah plastik yang ada di Bali tidak hanya disebabkan oleh tumpukan limbah AMDK semata. Astawa mengatakan, mengatasi sampah di Bali tidak perlu dengan melakukan pelarangan produksi dan distribusi yang justru merugikan perekonomian masyarakat secara langsung.
Pengelolaan sampah berbasis daur ulang seharusnya lebih dikedepankan dibanding pelarangan produksi dan distribusi air kemasan. “Yang paling mendesak dan menjadi kebutuhan mendasar dalam mengatasi persoalan sampah, khususnya sampah plastik adalah diperlukan pengadaan mesin pengolah sampah plastik tersebut,” sarannya.
Kalau memungkinkan, lanjutnya, di setiap kecamatan diberikan atau diadakan mesin pengolah sampah plastik untuk menjadi aspal atau menjadi produk-produk keperluan rumah tangga misalnya. Apalagi, desa-desa di Bali yang dijadikan TPA sudah menolak. “Sehingga, alat pengolah sampah plastik ini segera diadakan untuk mengatasi persoalan sampah plastik ini,” tegasnya.
Politisi asal Buleleng ini mengaku mendukung kiat Pemprov Bali untuk mengatasi permasalahan sampah. Namun tidak dengan pelarangan produksi dan distribusi air kemasan di bawah 1 liter.
Keluhan terkait aturan ini sebenarnya sudah dilontarkan pelaku usaha AMDK di Bali. Nyoman Arta Widnyana, salah satunya.
Ia meminta Pemprov Bali agar berpikir holistik dalam menangani sampah. Menurutnya, pelarangan seharusnya juga menyasar semua dagangan di minimarket yang berbungkus plastik tidak boleh agar terasa adil. “Contoh beli minyak goreng, gula, kopi dan permen itu pakai plastik semua. Ini seakan-akan kami saja yang menimbulkan sampah plastik,” keluhnya, Selasa (8/7).
Nyoman Arta menilai tidak adil apabila permasalahan sampah plastik hanya dibebankan pada industri AMDK. Padahal kemasan botol PET dan gelas PP yang mereka pakai justru paling mudah didaur ulang.
Pihaknya mengaku heran kenapa permasalahan sampah di Bali hanya menyoroti limbah kemasan AMDK saja. Padahal, sampah kemasan AMDK itu hanya menyumbangkan 4,5 persen saja dari total sampah yang ada di Bali.
Ia mengutip data Sungai Watch terkait sampah di Bali dan Banyuwangi yang menyebutkan bahwa limbah air kemasan botol PET hanya 4,4 persen. Sampah lainnya, kemasan sachet 5,5 persen, kantong plastik 15,2 persen dan plastik bening 16,2 persen.
Berdasarkan jenis produk, sampah di Bali juga berasal dari tetrapack (19.254 item), kemasan cup minuman berperisa (17.274 item) dan hard plastik (17.207 item).
Hal senada juga diungkap I Gde Wiradhitya. Pelaku usaha AMDK ini juga menilai sebenarnya sampah yang paling banyak dihasilkan berupa sachet. Parahnya lagi, jarang ada pelaku industri daur ulang yang ingin mengelola sampah tersebut lantaran memiliki nilai ekonomi yang relatif tidak ada.
Dikonfirmasi terkait adanya keluhan ini, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Bali, Made Rentin mengatakan pembatasan AMDK dilakukan bertahap, prioritas pertama air mineral terutama di bawah 1 liter.
Ia pun mengatakan untuk alternatif penggantinya relatif mudah dan banyak pilihan. Misalnya dengan menggunakan tumbler.
Bahkan, ia melihat muncul fenomena baru pengunaan tumbler sebagai gaya hidup baru (new life style). Selain itu, bisa juga menggunakan gelas dan disiapkan galon untuk isi ulang. (Ketut Winata/balipost)