
TABANAN, BALIPOST.com – Cuaca ekstrem disertai angin kencang yang melanda pesisir Bali dalam dua bulan terakhir membuat sebagian nelayan di Kabupaten Tabanan sementara beralih profesi untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Mereka tidak bisa melaut karena ombak dan angin belakangan ini memang kurang bersahabat, meski ada juga yang tetap nekat melaut.
Di Pantai Yeh Gangga, Desa Sudimara, Kecamatan Tabanan, dari sekitar 80 nelayan, hanya enam orang yang masih nekat melaut di tengah kondisi cuaca yang tak menentu. Dan sebagian lagi beralih menjadi petani, tukang bangunan, bahkan pemulung botol plastik demi menyambung nafkah keluarga.
Salah satunya adalah I Kadek Wita. Meski sadar risikonya tinggi, ia tetap mengarungi laut karena desakan ekonomi.
“Sebenarnya takut juga melaut, tapi kalau tidak keluar, dapur tidak ngebul. Anginnya kencang sekali meski ombak tampak tenang,” ujarnya, Rabu (3/7).
Wita mengaku saat ini sedang musim lobster. Harga jualnya cukup tinggi, mencapai Rp460 ribu per kilogram. Dalam satu kali melaut, ia bisa membawa pulang 2 hingga 3 kilogram lobster. Namun, hasil itu harus dibayar dengan rasa was-was saat menghadapi cuaca yang bisa berubah sewaktu-waktu.
Kondisi serupa terjadi di wilayah Selemadeg. Para nelayan di daerah ini juga sudah dua bulan berhenti melaut. Ketua Kelompok Usaha Bersama (KUB) Shindu Merta, I Gede Agus Hermawan, mengatakan sebagian besar anggotanya kini bekerja sebagai petani musiman atau buruh bangunan.
“Hasil dari kerja serabutan ini tidak besar. Cukup buat makan saja. Untuk biaya sekolah anak dan kebutuhan lainnya jelas tidak cukup,” tuturnya.
Agus menyebut saat ini sebenarnya musim tangkap untuk jenis ikan pancingan seperti teribang (trevally) dan GT (giant trevally) yang populer di kalangan pemancing. Namun cuaca tak mendukung. Ia berharap kondisi laut mulai membaik pada Agustus mendatang, sesuai perkiraan cuaca.
Situasi ini memunculkan harapan besar dari para nelayan agar ada perhatian dan bantuan dari pemerintah. Sebab, cuaca buruk bukan hanya menghentikan aktivitas mereka, tetapi juga memukul langsung ekonomi keluarga nelayan.
“Kami tidak minta banyak. Minimal ada bantuan untuk nelayan yang memang tidak bisa kerja karena faktor alam,” harap Wita.(Puspawati/Balipost)