
BANGLI, BALIPOST.com – Beroperasi sejak tahun lalu, Sentra Industri Kecil Menengah (IKM) Kopi yang didirikan Pemkab Bangli di Desa Catur, Kintamani, mulai dikenal. Fasilitas yang fokus pada pengolahan kopi dari green bean menjadi produk siap jual ini sudah dimanfaatkan oleh para pelaku IKM kopi dan petani di Bangli.
Kepala Bidang Perindustrian Disperindag Kabupaten Bangli, Gede Purwana Kardha, mengungkapkan bahwa sentra ini sudah banyak melakukan kegiatan pengolahan. “Sudah banyak yang melakukan pengolahan di sana, seperti roasting dan mengolah jadi bubuk,” jelas Gede Kardha, Selasa (1/6).
Dengan sembilan tenaga kerja yang beroperasi selama delapan jam sehari, sentra ini rata-rata mengolah satu ton kopi per hari. Dari kegiatan pengolahan itu sentra ini berhasil membukukan pendapatan retribusi sekitar Rp1 juta per bulan. “Kami akan optimalkan agar pendapatan retribusi yang didapat bisa lebih dari itu,” tambahnya.
Meskipun sentra ini telah beroperasi dan menghasilkan, Gede Kardha mengaku pihaknya masih punya pekerjaan rumah. Menurutnya minat petani/pelaku IKM Kopi untuk memanfaatkan fasilitas ini memang sudah ada, namun belum maksimal.
Hal ini salah satunya disebabkan oleh karakter petani di Bangli yang belum terbiasa mengolah kopi jadi produk siap jual. Selain itu, permodalan juga menjadi kendala utama bagi sebagian besar petani. Mereka cenderung memilih menjual hasil panen petik merah karena prosesnya lebih cepat dan tidak memerlukan investasi modal besar untuk pengolahan.
“Petani lebih pilih jual petik merah karena lebih cepat dapat uang dan tidak ribet. Kalau mau olah kopi, investasi modalnya besar,” jelasnya.
Untuk mengatasi tantangan ini, pihaknya akan terus berupaya keras membangun kepercayaan petani/pelaku IKM kopi. Rencananya, akan diadakan pertemuan dengan subak kopi untuk sosialisasi dan mengajak mereka mengolah sebagian hasil panennya di sentra IKM kopi.
“Kami akan sarankan agar jangan dijual gelondong merah semua. Kami akan terus tumbuhkan jiwa enterpreneur,” ujarnya.
Sentra IKM Kopi di Desa Catur juga memfasilitasi pengemasan. Namun, fasilitas ini belum banyak dimanfaatkan karena sebagian besar petani sudah memiliki kemasan sendiri untuk produk mereka. (Dayu Swasrina/Balipost)