Kajati Bali, Ketut Sumedana menandatangani penandatanganan komitmen "Bale Kertha Adhyaksa 2025" di Kantor Kejaksaan Tinggi Bali, Senin (30/6). (BP/asa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Keberadaan Bale Kerta Adhyaksa yang digagas Kejati Bali bisa menjadi solusi dalam menyelesaikan konflik dan permasalahan yang terjadi di desa adat, seiring dengan pemberlakuan Kitab UU Hukum Pidana (KUHP) di awal 2026.

Bahkan, Bali bisa menjadi role model di Indonesia untuk penyelesaian konflik menggunakan kearifan lokal yang diakui secara konstitusi dan undang-undang (UU). Demikian disampaikan Plt. Wakil Jaksa Agung Republik Indonesia, Prof Dr. Asep Nana Mulyana, Senin (30/6) saat menghadiri penandatanganan komitmen “Bale Kertha Adhyaksa 2025” di Kantor Kejaksaan Tinggi Bali.

Ia menegaskan Bale Kertha Adhyaksa sangat strategis sebagai tempat penyelesaian segala konflik dan permasalahan yang ada di desa adat. Ini, juga disebut sebagai wujud dukungan penegak hukum dalam merevitalisasi hukum adat untuk dielaborasi dengan hukum nasional.

Baca juga:  Begini SOP Kedatangan ABK Pesiar yang Tiba di Bandara Ngurah Rai

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Bali, Dr. Ketut Sumedana pada kesempatan itu menambahkan, guna melakukan komitmen bersama pihaknya melakukan penandatanganan dengan pemerintah daerah, bendesa adat, dan berbagai tokoh masyarakat di Bali. Ia berharap penyelesaian masalah atau sengketa di tingkat desa dapat diselesaikan secara musyawarah mufakat. Tidak ujug-ujug segala persoalan diselesaikan melalui pengadilan.

Bahkan jika perlu, pengadilan itu merupkan jalan atau pintu terakhir. Tetapi yang utama adalah menyelesaikan masalah dengan musyawarah mufakat.

“Implementasi Bale Kertha Adhyaksa tujuan utamanya adalah penguatan secara kelembagaan desa adat, sehingga dapat mengimplementasikan Kertha Desa yang selama ini bagian daripada lembaga adat di Bali, yakni melakukan penegakan hukum dengan mengedepankan musyawarah mufakat dengan kearifan lokal yang dampaknya sangat signifikan terutama mengurangi beban negara dan masyarakat dalam hal pembiayaan penanganan perkara, tidak menimbulkan resistensi di masyarakat dan menumbuhkan kesadaran hukum masyarakat adat, sehingga pengadilan sebagai pintu terakhir dalam mencari keadilan,” ucap Sumedana.

Baca juga:  Flash Mob hingga DJ Koplo Ramaikan Denfest di Hari Kedua

Dengan terbentuknya Bale Kertha Adhyaksa, akan ada kolaborasi antara hukum yang hidup dalam masyarakat (living law) dengan hukum positif (hukum nasional), sehingga terciptanya keselarasan dan keharmonisan hukum di masyarakat. Nantinya, kejaksaan di desa adat hanya sebagai fasilitator dan advisor di lembaga tersebut yang tujuannya tidak lain untuk menekan perkara sampai masuk ke ranah hukum.

Gubernur Bali, Wayan Koster mendukung kreativitas Kajati Bali karena dinilai sebagai wujud penguatan desa adat. Ke depan, Gubernur Bali berharap DPRD Bali segera mem-Perdakan Bale Kerta Adyaksa ini, sehingga mempunyai landasan hukum. “Saya minta DPRD buat perda ini. Sebulan Perda harus disahkan sehingga harus ada terobosan hukum yang ada di desa dan kelurahan. Saya harap awal Juli bisa bawa ke DPRD,” jelas Gubernur Koster.

Baca juga:  Kasus Dugaan Suap Vonis Ronald Tannur, Mantan Penjabat MA Dibekuk di Jimbaran

Sebagai bahan dukungan untuk menguatkan desa adat di Bali, Gubernur Koster juga akan menambah anggaran menjadi Rp 350 juta. “Masalah kecil di tingkat desa, bisa diselesaikan di tingkat desa,” ucap Gubernur Koster. (Miasa/balipost)

BAGIKAN