Warga mlaksanakan tradisi “Ngigel Desa” saat piodalan di Kahyangan Tiga Nagasepaha. (BP/Istimewa)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Warga Desa Adat Nagasepaha, Kecamatan/Kabupaten Buleleng akan kembali melaksanakan tradisi Ngigel Desa saat piodalan beberapa pekan mendatang. Tradisi ini wajib ditarikan saat piodalan di Pura Kahyangan Tiga.

Tradisi tahunan ini diiringi gamelan khas Desa Nagasepaha, menciptakan suasana sakral dan meriah di hadapan ribuan krama desa yang hadir.

Dalam pelaksanaannya, krama dari Banjar Melinggih diberi waktu sekitar 5 hingga 10 menit untuk menampilkan tarian masing-masing. Penampilan mereka beragam — mulai dari gerakan serius dan penuh penghayatan, hingga beberapa penari yang mengundang gelak tawa para penonton karena ekspresi lucu dan gerakan spontan mereka.

Baca juga:  Desa Adat Kusamba Galang Peran Pemuda dalam Ngusaba Segara

Sebagai bagian dari prosesi, setiap penari diwajibkan menyentuh api damar yang diletakkan di Madya Mandala, sebagai tanda telah selesai melaksanakan sasolahan (pertunjukan).

Salah satu krama dari Banjar Melinggih, Made Alit Budiarta, mengungkapkan sebagai anggota krama baru, mengikuti Ngigel Desa merupakan sebuah tantangan sekaligus kehormatan. Ia menyebut kegiatan ini sebagai bentuk uji mental untuk tampil di hadapan masyarakat luas.

“Ini merupakan tantangan dan tradisi yang wajib kami laksanakan. Persiapan sudah kami lakukan sejak sebelum odalan, mulai dari keris, busana tari, hingga latihan menari agar gerakan tidak kaku,” jelasnya.

Baca juga:  Desa Adat Tista Dukung Pengembangan Objek Wisata Spiritual

Made Alit juga mengaku senang dapat ambil bagian dalam melestarikan dresta atau tradisi leluhur yang telah diwariskan secara turun-temurun. “Sebagai krama, kami tentu merasa bangga dan bergembira menjalani kegiatan ini. Selain sebagai bentuk pelestarian budaya, kegiatan ini juga memperkuat rasa persatuan dan kebersamaan antar-krama desa adat,” pungkasnya.

Sementara itu, Kelian Desa Adat Nagasepaha, I Made Darsana, mengatakan keberadaaan ngigel desa ini merupakan warisan sejak berpuluh-tahun lamanya. Bahkan krama desa pun diwajibkan untuk mengikuti tradisi ini. “Setiap krama yang malinggih, wajib hukumnya untuk ikut dalam tradisi ini. Ini wujud mereka ngayah di desa dan Sesuhunan,” jelas Darsana.

Baca juga:  Desa Adat Yehembang Kauh Gelar Atma Wedana Kolektif

Sejauh ini, menurut Darsana warga sangat antusiasi untuk mengikuti tradisi ini. Mereka tidak mengenal ngengsi untuk melestarikan tradisi warisan leluhur. “Mereka sangat antusiasi. Biasanya kita laksanakan saat Purnama Kasa hingga Purnama Kapat. Tergantung dēwasa,” jelasnya. (Nyoman Yudha/balipost)

BAGIKAN