
MANGUPURA, BALIPOST.com – Suara petasan yang meledak mendadak di tengah malam bukan hal asing bagi masyarakat Kuta. Ledakan yang tiba-tiba, tanpa waktu yang pasti, kerap membuat warga tersentak dari tidur, bahkan mengganggu kenyamanan wisatawan yang sedang berlibur. Keluhan demi keluhan pun terus berdatangan, bukan hanya dari penduduk lokal, tapi juga dari pengusaha dan pelaku pariwisata di kawasan ini.
Merespons keresahan tersebut, Desa Adat Kuta akhirnya mengambil langkah tegas. Dalam paruman desa yang digelar belum lama ini, pihak desa resmi mengeluarkan pararem, yaitu peraturan adat yang kini melarang keras penjualan maupun penyalaan petasan, kembang api, mercon, hingga alat serupa seperti lom-loman berbahan paralon.
“Suara ledakan seperti itu sangat mengganggu, terutama kalau sudah lewat tengah malam. Banyak warga merasa resah, belum lagi tamu-tamu yang menginap di hotel,” ujar Bendesa Adat Kuta, Komang Alit Ardana, saat ditemui usai pertemuan warga. Ia juga menjabat Ketua LPM dan dikenal aktif menjaga ketertiban lingkungan.
Menurut Alit Ardana, tidak semua orang menikmati keramaian yang ditimbulkan oleh kembang api. Apalagi jika dinyalakan tanpa kontrol di pemukiman atau kawasan wisata. Ia menegaskan, jika dalam konteks tertentu, seperti acara resmi atau keagamaan, maka izin khusus bisa saja diberikan, dengan tetap mengatur waktu dan lokasi secara bijak.
Namun kenyataannya, belakangan ini penyalaan kembang api justru makin tidak terkendali. Bahkan kerap terjadi hingga pukul 01.00 dini hari. Ironisnya, penjual petasan pun semakin menjamur, banyak yang berjualan secara liar di pinggir jalan, tanpa pengawasan maupun edukasi kepada pembeli.
“Bukan pembelinya yang salah, tapi yang menjual secara sembarangan. Itu yang harus kami tertibkan,” tegasnya.
Pararem ini berlaku tidak hanya untuk warga, tapi juga menyasar langsung para pedagang. Jika sebelumnya hanya berupa imbauan, kini perangkat desa akan mengambil tindakan nyata. Barang dagangan yang melanggar aturan akan langsung disita, dan dimusnahkan tanpa kompensasi. Meski tidak dikenakan denda uang, langkah ini diambil agar para pedagang jera dan masyarakat lebih patuh.
Ada satu pengecualian, yakni saat malam pergantian tahun, di mana penyalaan kembang api masih diizinkan, tapi hanya tepat pada pukul 00.00 Wita dan wajib dihentikan segera setelahnya. Sosialisasi pun dilakukan setiap tahun, termasuk lewat pengeras suara yang disiarkan dari titik-titik keramaian di wilayah Kuta.
Mengingat Kuta adalah kawasan strategis dan salah satu jantung pariwisata Bali, sosialisasi pararem ini juga dilakukan dalam dua bahasa, Indonesia dan Inggris. Spanduk imbauan kini telah terpasang di berbagai lokasi seperti Pantai Kuta dan jalan-jalan utama. Harapannya, wisatawan mancanegara juga memahami aturan ini dan ikut menjaga kenyamanan bersama.
Desa Adat Kuta berharap, lewat penegakan aturan ini, ketertiban dan kenyamanan masyarakat, baik warga lokal maupun wisatawan bisa terjaga dengan lebih baik, tanpa harus terganggu oleh ledakan-ledakan yang tak pada tempatnya. (Parwata/balipost)