
DENPASAR, BALIPOST.com – Berdasarkan data Dinas Sosial Denpasar tahun 2025, ada ratusan bayi tak memiliki NIK. Hal itu berakibat pada sulitnya penyaluran bantuan pada bayi tersebut.
Kepala Dinas Sosial Denpasar IGA Laxmy Saraswati, Selasa (13/5) menjelaskan, Denpasar dengan jumlah penduduk non-permanen cukup banyak berimplikasi pada masalah sosial yang muncul. Ada beragam masalah sosial yang muncul, diantaranya banyak bayi yang tidak memiliki NIK.
“Ada 300 NIK kosong untuk bayi karena ibunya tidak resmi menikah sehingga tidak bisa dibuatkan akta kelahiran, padahal jika anaknya tidak ber-NIK, orang tuanya bisa dipidana karena tidak memenuhi hak kewarganegaraan yang baik. Itu tidak hanya terjadi pada warga ber-KTP Denpasar tapi juga luar Denpasar,” ujarya.
NIK bayi yang kosong disebabkan penduduk non-Denpasar yang tidak mengurus, pernikahan yang tidak sah sehingga tidak mengurus akta perkawinan atau cerai tidak sah, namun menikah kembali sehingga anak-anak yang dilahirkan tidak memiliki status jelas, apakah anak seorang ibu atau terlantar.
Sementara untuk bayi stunting yang non-Denpasar tanpa BPJS kesehatan, Dinsos Denpasar terus melakukan reunifikasi keluarga agar dapat diketemukan dan diaktifkan BPJS Kesehatannya oleh Pemda daerah asal warga.
Hal itu membuat penyaluran bantuan terhambat. Sementara anggaran Dinsos tahun ini sebesar Rp19 miliar pun dinilai tidak cukup dengan ragam permasalahan yang muncul. Namun, beruntung ada bantuan TJSL yang masuk yaitu hingga Maret 2025 sebeaar Rp152 juta, sedangkan tahun 2024 sebesar Rp755 juta. Dana TJSL ini yang akan digunakan untuk meng-cover, membantu warga yang tidak masuk dalam penganggaran Dinas Sosial.
“Untuk data tercecer Dinsos sudah terus melakukan pendataan atas dasar pelaporan, pengaduan yang dimasukkan dalam satu data sehingga data tersebut digunakan oleh desa/lurah untuk atensi dan assessment serta usulan bansos,” imbuhnya.
Selain bayi tak ber-NIK, Laxmy membeberkan aneka permasalahan sosial yang ada Denpasar. Diantaranya banyak masyarakat tidak lapor diri ketika mengalami gangguan sosial, kartu Indonesia Sehat (KIS) yang tidak berlaku, warga KTP Denpasar yang sudah pindah ke Badung namun masih menggunakan KTP atau KK Denpasar sehingga berpotensi menggerus APBD kota.
“Makanya kami cek ke kaling/kadus, karena itu bisa jadi temuan BPK. Ada juga masalah warga yang sudah meninggal namun belum membuat akta kematian, sehingga pemerinah masih membayar iuran BPJS Kesehatan, karena masih menggunakan surat keterangan kematian, sehingga menjadi tidak tertib administrasi,” bebernya.
Maka dari itu, ia mengimbau masyarakat agar segera melaporkan diri ke desa/kelurahan jika mengalami gangguan sosial. Selain itu, ia juga perlu memberikan pemahaman terkait warga miskin dan yang layak mendapat bantuan bedah rumah.
“Kemiskinan adalah ketika pendapatannya tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar walaupun rumahnya berkeramik, mengingat hampir semua rumah orang di Denpasar berkeramik. Tapi ketika dia tidak bekerja, tidak berpendapatan maka dia tidak bisa memenuhi kebutuhan dasar. Makanya perlu dilakukan pengurangan kemiskinan, kantong kemiskinan, dan peningkatan pendapatan dengan berbagai program,” bebernya.
Wakil Ketua DPRD Denpasar IB Yoga Adi Putra berharap agar kembali dibuatkan program KSPAN di sekolah atau program penguatan remaja untuk mencegah terjadinya kehamilan dini atau kehamilan yang tak diinginkan, yang dapat menimbulkan masalah sosial. (Citta Maya/balipost)