
NEGARA, BALIPOST.com – Para pelaku usaha tahu dan tempe di Kabupaten Jembrana, merasakan kesulitan mempertahankan bisnis mereka akibat lonjakan harga kedelai impor yang menjadi bahan baku utama. Kondisi ini memaksa mereka menanggung beban biaya produksi yang terus meningkat, sementara harga jual produk tidak dapat disesuaikan di tingkat konsumen.
Lina Fahmi, salah satu pengusaha tahu tempe di Lingkungan Terusan, Kelurahan Lelateng, mengungkapkan bahwa harga kedelai impor saat ini telah mencapai Rp 10 ribu per kilogram, naik signifikan dari harga sebelumnya yang berkisar Rp8.300 per kilogram.
“Dengan harga saat ini, biaya bahan baku untuk produksi harian kami yang mencapai 50 kilogram tembus Rp500 ribu. Ini sangat memberatkan,” ujar Lina ditemui Jumat (9/5). Meskipun biaya produksi meningkat, Lina mengatakan bahwa dirinya belum bisa menaikkan harga jual tahu di pasaran. Harga satu sisir tahu masih tetap dijual Rp2 ribu demi menjaga loyalitas pelanggan.
“Kalau harga dinaikkan, takutnya pelanggan lari. Kami yang akhirnya harus menanggung selisih biaya tersebut,” keluhnya.
Situasi ini dinilai mengkhawatirkan oleh para pelaku usaha kecil. Lina pun berharap pemerintah dapat segera mengambil langkah konkret untuk menstabilkan harga kedelai di pasaran. “Jika kondisi ini terus dibiarkan, bukan tidak mungkin banyak usaha kecil seperti kami yang akan tutup,” tutupnya. Ia berharap harga kedelai sebagai bahan baku utama bisa ditekan. Sehingga harga juga masih terjangkau untuk dijual kembali menjadi produk tempe dan tahu.
Miris ketika tempe dan tahu yang menjadi ikon lauk murah dan merakyat kini menjadi mahal karena harga bahan baku yang tinggi. (Surya Dharma/Balipost)