Gubernur Koster menyerahkan sertifikat tanah pada salah satu warga Sumberklampok, Selasa (18/5). (BP/Istimewa)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Penyerahan sertifikat tanah oleh Gubernur Bali, Wayan Koster kepada warga Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng pada, Selasa (18/6) adalah hari yang bersejarah bagi warga di desa itu. Haru bahkan rasa tak percaya dirasakan warga, bahkan lontaran pujian disematkan ke Gubernur Koster karena sudah berhasil menyelesaikan persoalan yang sejak 61 tahun diperjuangkan itu.

Berikut beberapa komentar tokoh di Desa Sumberklampok hingga Kakanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Bali.

Made Sukardana. (BP/Istimewa)

Momen penyerahan sertifikat hak milik tanah yang dilakukan oleh Gubernur Bali, Wayan Koster kepada warga Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng pada, Selasa (18/6) merupakan hari yang bersejarah bagi warga Sumberklampok.

“Karena pada saat itu, kami merasakan telah hadir malaikat penyelamat yang merupakan seorang pemimpin luar biasa dan benar-benar pro rakyat, dan malaikat penyelamat itu bernama Gubernur Bali, Wayan Koster,” ujar Ketua BPD Sumberklampok, Made Sukardana, Rabu (19/5).

Baca juga:  Sidang Tipiring, Dua Pelanggar Perda Sampah Mangkir

Ia menyebut “Pak Wayan Koster is the best,” karena di kepemimpinannya menjadi Gubernur Bali beliau telah memberikan legalitas berupa SHM (Sertifikat Hak Milik) kepada masyarakat yang sangat ditunggu-tunggu sejak tahun 1960 silam.

I Wayan Sawitra Yasa. (BP/Istimewa)

Gubernur Bali, Wayan Koster merupakan satu-satunya Gubernur yang sudah memberikan bukti nyata, dengan hadirnya keputusan yang pro rakyat berupa penyerahan sertifikat hak milik tanah kepada warga Desa Sumberklampok.

“Kita doakan, Gubernur Bali, Wayan Koster agar selalu panjang umur dan dimudahkan dalam mengemban tugas mulia masyarakat Bali dengan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru,” kata Perbekel Desa Sumberklampok, I Wayan Sawitra Yasa.

Jero Nengah Nadia. (BP/Istimewa)

Perjuangan secara niskala juga sempat dilakukan bersama masyarakat Sumberklampok untuk menuntaskan konflik di Desa kami. Sebelum diberikannya sertifikat tanah ini secara gratis oleh Gubernur Bali, Wayan Koster, di Prajuru Desa Adat telah menempuh jalur secara niskala dengan cara nunas ica ring Pura Kahyangan Tiga kasarangin antuk Pemangku.

“Hanya ini jalan terakhir kami memohon, agar perjuangan masyarakat dimudahkan untuk mendapatkan sertifikat tanah dan tidak ada lagi konflik antara masyarakat dengan pemerintah. Atas doa tersebut akhirnya Hyang Widhi Wasa memberikan jawaban dengan lahirnya sikap dukungan penuh dari Gubernur Bali, Wayan Koster,” jelas Bandesa Adat Sumberklampok, Jero Nengah Nadia.

Baca juga:  Tumpek Wayang, Pembersihan Diri dan Jagat Bali
Putu Artana. (BP/Istimewa)

Sejak tahun 1960 para tetua (orang tua) di Desa Sumberklampok sudah berjuang memohon tanah untuk fasilitas umum dan permukiman ke pemerintah. Namun perjuangan pada 1960 tidak mendapatkan hasil apapun.

Di era Gubernur Bali, Wayan Koster, proses perjuangan pensertifikatan tanah ini berhasil. “Hanya Gubernur Bali, Wayan Koster merupakan sosok pemimpin yang bisa diajak komunikasi dan kami diterima langsung beraudiensi serta nyambung komunikasinya. Gubernur Bali, Wayan Koster sudah kami anggap sebagai dewa penyelamat dan pemimpin yang satya wacana. Kenapa Saya bilang Wayan Koster satya wacana? Karena sebelum menjadi gubernur, Wayan Koster saat menjabat sebagai Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan telah berjanji akan menyelesaikan masalah tanah di Desa Sumberklampok. Saat itu beliau meminta doa kepada warga setempat agar diberikan jalan terbaik,” ujar I Putu Artana selaku Ketua Tim Sembilan.

Baca juga:  Gubernur Koster dan Sejumlah Pejabat Tinggi Terima Suntikan Vaksin COVID-19 Kedua
Rudi Rubijaya. (BP/Istimewa)

Perjuangan warga Sumber Klampok akhirnya mulai mendapatkan secercah harapan setelah Gubernur Bali, Wayan Koster berkenan membuka pintu dialog dengan warga dengan mempertimbangkan berbagai hal, antara lain kronologis keberadaan masyarakat, Desa Adat dan Desa Dinas di lokasi, serta dengan persetujuan DPRD Provinsi Bali.

“Akhirnya diperoleh kesepakatan dengan warga, di mana warga memperoleh 70 persen tanah garapan di luar tanah pekarangan eksisting. Kesepakatan ini kemudian ditindaklanjuti BPN melalui skema Reforma Agraria,” kata Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Bali, Rudi Rubijaya. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *