Wisatawan memadati pantai di Nusa Lembongan. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pada 2019, kunjungan wisatawan mancanaegara (wisman) tiap bulannya sekitar 500 ribu -an. Di Agustus 2019 kunjungan mencapai 616.706, pada September mencapai 590.565, Oktober mencapai 568.067.

Sementara target pemerintah pusat untuk Bali adalah 40 persen dari target nasional sebesar 20 juta, yaitu 8 juta. Namun Bali sendiri menargetkan bisa mencapai 7,2 juta.

Target ini bisa dikatakan over confident dan terlalu optimistik, lantaran kunjungan wisman tiap bulan ke Bali 500 ribu – 600 ribu. Jika tiap bulan hanya mampu mendatangkan 500 ribu an, maka dalam setahun Bali hanya mampu meng- grab 6 juta wisman, dan jika tiap bulan Bali kedatangan 600 ribu wisman, maka dalam setahun Bali hanya mampu mendatangkan 7,2 juta.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali Adi Nugroho mengatakan, setelah pulih dari kelesuan di awal 2019, sejak Juni wisman sudah menunjukkan peningkatan. Puncaknya pada Juli – Agustus. Namun pada September – Oktober turun, karena memasuki low season, tetapi masih di atas level tahun lalu.

Melihat akumulasi Januari sampai Oktober, ada peluang capaian kunjungan wisman tahun 2019 akan melampaui 2018. “Tetapi menengok angka TPK (Tingkat Penghunian Kamar) hotel, situasi pemulihan belum terlihat penuh. Ada isyarat bahwa lemahnya kunjungan wisatawan domestik belum kembali seperti sebelum ada pelemahan,” ungkapnya.

Baca juga:  Komunikasikan Jembatan Budaya dan Jejaring, Ida Rsi Putra Manuaba Kunjungi India

Hipotesis yang bisa disodorkan salah satunya adalah ada kondisi yang mempengaruhi kunjungan wisatawan domestik ke Bali, yang berlangsung sejak akhir tahun 2018 lalu hingga Oktober 2019, belum pulih. “Apakah itu harga tiket penerbangan (domestik)? Kiranya bisa dijadikan bahan perenungan, khususnya bagi pihak yang dekat dengan penanganan masalah kepariwisataan,” sebutnya.

Pengamat pariwisata Bagus Sudibya menilai target pemerintah sifatnya terlalu optimistik atau terlalu over confident. Namun dalam kenyataannya tidak mencapai sasaran karena menjadi sporadis. Target realistis pencapaian Bali menurut Sudibya 6,2 juta – 6,5 juta.

Menurutnya dalam menentukan target kunjungan, harus menentukan pendekatan yang digunakan, apakah kualitatif atau kuantitatif. Sehingga bisa membuat masterplan atau roadmap yang jelas diikuti oleh suatu kebijakan – kebijakan yang komprehensif. Misalnya kebijakan airlines, marketing, sales and promotion, menentukan destinasi – destinasi penyumbang wisatawan yang jelas, membuat study comparison dengan pesaing – pesaing Bali dan Indonesia serta melakukan analisis SWOT terhadap target yang tidak tercapai.

Baca juga:  Arus Lalin Bandara Ngurah Rai Dialihkan Saat KTT G20

Jika pendekatan yang digunakan kualitatif seperti paradigma baru dari menteri yang baru, maka syarat yang diberlakukan juga harus mengarah pada produk yang berkualitas.

Segala permasalahan yang dialami di internal Bali khususnya yang mempengaruhi pariwisata diharapkan segera ditertibkan. Agar dapat fokus mengembangkan pariwisata ke luar Bali dan luar negeri. Pendekatan quality tidak jauh dari upaya membuat kenyamanan dan keamanan suatu destinasi, maka pemerintah diharapkan harus menyelesaikan permasalahan tersebut.

Meski kata data statistik, kunjungan wisman ke Bali tahun 2019 sudah pulih, namun pariwisata Bali masih terasa lesu. Terlihat dari realisasi pajak hotel di Denpasar yang belum mencapai target. Begitu juga PHR Badung yang belum mencapai target Rp 4,6 triliun karena realisasinya baru mencapai Rp 3,9 triliun.

Bisa jadi kelesuan ini terjadi akibat dari lesunya ekonomi global sehingga mempengaruhi wisman enggan mengeluarkan uang untuk traveling. Menurut Bagus Sudibya, wisman kalangan menengah atas justru akan berpikir untuk traveling disaat kondisi ekonomi sedang lesu sehingga tidak memungkinkan melakukan ekspansi bisnis. Traveling menjadi pilihan untuk berdiam sejenak sembari memikirkan ide – ide ke depan bagi bisnis mereka. Untuk itulah Bali dan Indonesia harus mempunyai target jelas.

Baca juga:  Hadapi COVID-19, Ini Kata Gubernur Koster

Jika pariwisata ini mampu digarap secara benar dan optimal, Indonesia bisa menjadi negara maju melalui penyokong utama pariwisata. Kontribusi pariwisata terhadap devisa sekitar Rp 200 triliun, Rp 100 triliunnya masuk ke Bali, maka itulah kontribusi Bali terhadap pendapatan nasional.

“Jika dihitung APBN, berarti kurang lebih 5 persen kontribusi Bali terhadap APBN nasional dalam bentuk hard currency,” ungkapnya Minggu (15/12)

Hard currency merupakan barang langka yang sangat didambakan oleh setiap negara sebab, kalau sebuah negara mempunyai cadangan devisa yang besar seperti China, maka akan mempunyai kedigjayaan ekonomi dunia yang luar biasa serta mampu mempengaruhi dunia secara ekonomi maupun politik.

Indonesia pun mempunyai potensi menjadi negara maju melalui pariwisata. “Jika kita menyadari akan kekuatan bangsa kita, makanya Presiden yakin nanti pariwisata sebagai penyumbang devisa terbesar,” tandasnya. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *