Ilustrasi. (BP/dok)

Sejarah demokrasi Indonesia itu lumayan panjang. Demokrasi di Indonesia, minimal pada bidang konsep dan pemahaman sosialnya sesungguhnya bukan barang baru. Ia pernah dipraktikkan pada zaman Soekarno dengan sebutan demokrasi liberal.

Kita gagal melaksanakan demokrasi ini karena dampaknya demikian banyak partai yang muncul dan perdebatan tidak habis-habis di parlemen (konstituante). Itu kemudian salah satu faktor yang mendorong munculnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Praktik demokrasi bebas tersebut, mungkin mirip yang kita alami sekarang.

Setelah demokrasi liberal, muncul kemudian praktik Demokrasi Terpimpin. Soekarno yang menjadi leader dari demokrasi tersebut. Tidak terlalu banyak diungkap tentang demokrasi terpimpin ini. Demokrasi ini berakhir, seturut dengan berakhirnya kekuasaan Presiden Soekarno. Dan setelah itu muncullah era yang disebut dengan Demokrasi Pancasila, dengan kiblat Soeharto sebagai tokoh paling sentral.

Baca juga:  Tidak Perlu Ikut-ikutan Pindah Ibu Kota

Soeharto adalah Presiden Indonesia setelah era Soekarno. Demokrasi ini berakhir tahun 1998, seiring dengan berakhirnya pemerintahan Orde Baru. Tetapi di era demokrasi yang berlangsung selama kurang lebih 32 tahun itu, banyak yang menyebutkan bahwa stabilitas sosial terkontrol. Tetapi tetap diakui era sentralistik justru terjadi pada masa ini.

Demokrasi Pancasila merupakan era di mana kebebasan dibatasi, dan semua tindak-tanduk masyarakat sebisa mungkin didekatkan dengan perilaku Pancasilais. Maka, jika ada perilaku yang menyimpang akan selalu dikembalikan dengan norma-norma Pancasila yang dipegang pemerintah. Dekade tujuh puluhan, delapan puluhan sampai paruh Sembilan puluhan merupakan era jayanya Demokrasi Pancasila ini.

Meski demikian, paham itu coba disosialisasikan lewat film-film populer yang ada. Misalnya pada film ‘’Ambisi’’ yang dibintangi oleh Bing Slamet dan Benyamin S. Pada film tahun 1973 ini pemainnya menyebut-nyebut era demokrasi yang menyangkut kebebasan bermasyarakat. Padahal tahun itu boleh dikatakan sebagai tahun awal Orde Baru.

Baca juga:  Temuan Sarkofagus, Segera Dilakukan Kajian

Maka, ketika kekuasaan Soeharto jatuh kita memasuki periode Reformasi. Tidak ada sebutan yang jelas, demokrasi macam apa yang dipraktikkan di masa sekarang. Tetapi yang disebutkan adalah masa demokrasi, masa reformasi, masa kebebasan berpendapat. Mungkin ini sama dengan demokrasi liberal. Dengan demikian, jika melihat perkembangan di atas, dapat dikatakan bahwa demokrasi sebagai sebuah paham dan pengertian sudah berkembang sejak lama di Indonesia, berdekade-dekade dan masuk mulai masa Soekarno sampai sekarang.

Seharusnya masyarakat sudah paham apa maksud demokrasi tersebut, dan meskipun telah dipraktikkan sekian macam jenis demokrasi di Indonesia, seharusnya intisari tentang demokrasi itu harus dipahami. Masyarakat sudah harus tahu bagaimana praktik demokrasi yang positif tersebut, dan menghindari praktik negatif dari yang pernah berlangsung di Indonesia. Dengan pemahaman itu, maka segala ekses demokrasi ini bisa ditangkal. Masyarakat tidak akan mudah terpancing oleh isu-isu negatif yang merusak bangsa.

Baca juga:  Maluku Tenggara Telusuri Jejak Leluhur ke Buleleng

Ketika ada kerusuhan berlangsung seusai pengumuman hasil pemilu tanggal 21 Mei 2019 yang lalu, kita kecewa. Ternyata ada kelompok-kelompok masyarakat, bahkan mungkin ditunggangi oleh elite dan intelektual, merusak tatanan demokrasi Indonesia. Ketidakpuasan yang seharusnya bisa disalurkan melalui mekanisme hukum, justru dihancurleburkan oleh kerusuhan yang lebih dari satu hari tersebut. Kita harus belajar banyak untuk berdemokrasi, belajar untuk menghargai kemenangan pihak lain dan belajar dari kekalahan dan kesalahan.

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *