Suasana saat melakukan sidak penerapan Perwali tentang pengurangan penggunaan kantong plastik. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Sudah tiga sejak Gubernur Bali Wayan Koster mengeluarkan Pergub No.97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai. Hingga saat ini masih disusun pokja untuk merumuskan juklak dan juknis pelaksanaan di lapangan.

“Kita ada rencana aksi, sudah disusun juga. Tapi nanti biar pokja dulu selesai baru kita menyusun siapa berbuat apa agar tidak tumpang tindih di lapangan,” ujar Plt. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Bali, Luh Ayu Aryani di Denpasar.

Ayu Aryani menambahkan, upaya sosialisasi juga sudah dilakukan melalui media online, cetak, dan elektronik. Di sisi lain, pihaknya ingin mendata ulang produsen, distributor, pemasok, dan setiap pelaku usaha yang selama ini memproduksi, mendistribusikan, memasok, dan menyediakan plastik sekali pakai.

Sebab, mereka yang menjadi sasaran utama Pergub agar tidak lagi memproduksi, mendistribusikan, memasok dan menyediakan plastik sekali pakai. Sekaligus agar menyediakan penggantinya.

Baca juga:  Laksanakan Pergub Bali 97/2018, Yowana Klungkung Resik Sampah Plastik di Kawasan Pura Watu Klotok

“Semua lini itu sampai ke masyarakat harus sinkron dulu dan berkomitmen, kemudian baru mengubah perilaku. Sudah itu harus berani mengatakan menolak untuk diberikan kantong plastik, styrofoam, dan sedotan sekali pakai,” jelasnya.

Untuk pengganti plastik sekali pakai, Ayu Aryani menyebut akan berjalan seiring dengan waktu. Sebab, pihaknya juga tidak ingin pengganti plastik sekali pakai nantinya tetap sejenis karena justru akan mengacaukan.

Terpenting, sekarang adalah merubah paradigma di masyarakat agar tidak memakai plastik sekali pakai. Oleh karena itu, pihaknya juga akan menyasar pasar-pasar untuk memberikan edukasi, sosialisasi sekaligus kampanye bahwa lingkungan akan rusak dengan pemakaian plastik sekali pakai lantaran tidak mudah terurai.

Baca juga:  Ikut Kurangi Penggunaan Plastik Sekali Pakai, Ini Dilakukan Gojek

“Kalau ada pengganti, siapa yang menilai bahwa pengganti itu ramah lingkungan atau tidak? Kalau bisa memang kita akan memberikan pengganti itu berupa tas yang bisa berkali-kali pakai. Tapi kalau saya justru tidak ada pengganti untuk itu, yang penting kalau membeli ikan (misalnya) memakai tempat (yang dibawa sendiri dari rumah, red),” papar Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Bali ini.

Menurut Ayu Aryani, pembatasan plastik sekali pakai sebetulnya merupakan kebijakan strategis nasional yang ditindaklanjuti oleh provinsi Bali. Sejauh ini, pemerintah Kota Denpasar juga sudah membuat Perwali dan diharapkan bisa diikuti oleh kabupaten lain di Pulau Dewata.

Sebelumnya, Anggota Komisi III DPRD Bali, Ida Bagus Udiyana sepakat bila kesadaran masyarakat harus digugah untuk mengurangi penggunaan sampah plastik sekali pakai. Jadi, tidak hanya sekedar diberikan penghargaan dan sanksi oleh pemerintah.

Baca juga:  Human Capital Kunci Atasi Kemiskinan dan Kesetaraaan

“Tetapi bagaimana secara sistemik juga dikawal oleh semua stakeholder. Salah satunya, masyarakat harus sadar bahaya sampah plastik begitu permanen bagi lingkungan dan sudah menjadi ancaman dunia,” ujar Politisi Golkar ini.

Udiyana menambahkan upaya untuk mulai mengubah perilaku masyarakat tentu memerlukan proses. Pihaknya juga memberi catatan di tataran implementasi Pergub, terutama mengenai kesiapan produsen, distributor, pemasok dan setiap pelaku usaha untuk memproduksi, mendistribusikan, memasok, dan menyediakan pengganti plastik sekali pakai.

Sekaligus melarang memproduksi, mendistribusikan, memasok dan menyediakan plastik sekali pakai. Jangan sampai hal itu nantinya malah membebani masyarakat. (Rindra Devita/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *