Salak Bali. (BP/ist)

TABANAN, BALIPOST.com – Salak gula pasir saat ini mendominasi produk Hortikultura atau perkebunan di Pupuan. Hal ini dikarenakan intensitas curah hujan yang tinggi sehingga mendokrak jumlah produksi salak gula pasir. Sayangnya, curah hujan tinggi ini berimbas pada penurunan produksi pada tanaman perkebunan lain seperti kopi dan manggis.

Petani salak gula pasir, Desa Munduk Temu, Kecamatan Pupuan Kabupaten Tabanan, Ketut Suardika,SE, di Tabanan, Senin (5/2) mengatakan produk salak gula pasir memang tergantung akan curah hujan. Karena terjadi peningkatan produksi, menyebabkan tanaman jenis perdu ini menjadi pendapatan utama petani di Pupuan saat ini.

Baca juga:  Sering Tergenang Air, Areal Plaba Pura Ulun Danau Buyan Diurug

Sementara untuk manggis, kopi dan komoditi lainnya justru mengalami penurunan akibat curah hujan yang tinggi. ‘’Sekarang ini justru pendapatan petani di Pupuan datang dari salak gula pasir,’’ ujarnya.

Suardika mengatakan ia mengembangkan salak ula pasir  di lahan seluas dua hektar lebih. Rata-rata tanaman salak gula pasien saat musim panen menghasilkan 5 hingga enam kilogram per minggu. ‘’Kalau musim hujan bisa dapat dua ton. Sementara manggis memperoleh 50 kilogram saja susah untuk kondisi seperti saat ini. Jika kondisi normal, manggis menghasilkan 3 hingga 4,5 ton per musim panen,’’ jelas Suardika.

Baca juga:  Pasca Gempa, Pengiriman Salak ke Lombok Sempat Terhenti

Tingginya tingkat produksi salak gula pasir  dimusim hujan dijelaskan Surdika karena musim hujan menciptakan suhu yang lembab.  Penyerbukan bunga salak gula pasir maksimal saat suhu lembab sehingga tanaman ini cocok untuk daerah yang curah hujannya tinggi dan jarang dibudi daya di daerah pinggiran pantai, karena daerah tersebut cendrung kering dan membuat pengembangan salak berisiko tinggi gagal panen.

Untuk pangsa pasar salak gula pasir produksi Kecamatan Pupuan ini dengan kualitas unggul  atau ukuran besar atau menyerupai salak pondoh dan cita rasa yang manis sudah mampu menembus sejumlah pasar swalayan di Bali dan volume serapan secara berkesinambungan.  Bahkan salak gula pasir saat ini pun terkenal dengan sebutan salak madu karena rasanya yang manis dan segar. ‘’Rasa manis ini menjadi salah satu keunggulan dari salak gula pasir sehingga banyak diminati,’’ ujar Suardika. (wira sanjiwani/balipost)

Baca juga:  Jika Ingin Bertahan, Petani Kopi Harus Ikuti Kemajuan Teknologi
BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *