
DENPASAR, BALIPOST.com – Ratusan truk sampah yang tergabung dalam Forum Swakelola Sampah Bali (SSB) mengepung Kantor Gubernur Bali pada Selasa (23/12). Truk yang penuh berisi sampah ini dibawa ke Kantor Gubernur Bali sebagai aksi protes terhadap penutupan TPA Suwung meski Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq sudah menyetujui penundaan penutupan TPA yang sedianya dilakukan hari ini.
Menurut koordinator Forum Swakelola Sampah Bali, Wayan Suarta, penundaan penutupan TPA Suwung hingga akhir Februari 2026 bukan solusi. Solusi yang diminta agar TPA Suwung dibuka secara permanen hingga pengelolaan sampah menjadi energi listrik (PSEL) beroperasi.
Sebab, Itu prosesnya hampir 2 tahun. “Kita ini diberikan penundaan hanya cuma 2 bulan, apa kira-kira bisa pemerintah lakukan selama 2 bulan itu? Saya rasa tidak mungkin. Di sini, secara tegas kita akan mengatakan kepada pemerintah daerah Bali, bahwa sebelum adanya pengelolaan sampah menjadi energi listrik itu (PSEL berbasis WtE,red), maka TPA yang selama ini beroperasi agar tetap dibuka secara normal,” tegasnya.
Ia mengatakan aksi yang dilakukan ini tidak ada yang menunggangi, namun aksi ini murni untuk “payuk jakan” mereka. “Kita ini membawa aspirasi masyarakat luas di seluruh Bali. Karena apa? Apabila kita selaku pengelolaan jasa sampah tidak melakukan aktivitas ini, satu yang berdampak adalah pemerintahan itu sendiri. Kedua, lingkungan Bali yang tercemar, TPA akan terjadi dimana-mana. Apakah itu sampahnya akan dibuang ke got, di sungai, di laut, bakar-bakar, apakah kantor Gubernur?” tanyanya.
Ia mengakui yang sudah dilakukan pemerintah ini sudah bagus dan benar, tetapi belum bisa mengatasi masalah sampah secara optimal. Oleh karena itu, masih tetap dibutuhkan jasa pengangkut sampah untuk melanjutkan sampah masyarakat untuk dikelola ke TPA yang resmi.
Sementara itu, Sekretaris Forum SSB, I Wayan Sujendra mempertanyakan ada dasar kajian TPA Suwung hanya dibuka hingga 2 bulan ke depan.
Lalu, bagaimana setelah 2 bulan berikutnya? Apakah akan ditutup permanen dan bagaimana solusinya? Sedangkan, pengoperasian pengelolaan sampah menjadi energi listrik (PSEL) berbasis Waste to Energy (WtE) membutuhkan waktu 2 tahun.
“Pada saat ini adalah penundaan yang tanpa kajian. Sekarang dua bulan itu apa kajiannya?. Apa yang bisa dilakukan dengan dua bulan? Apa dasar hukum dalam dua bulan? Terus pertanyaan kami, jika kami diam apakah sampah di rumah-rumah bapak ada yang tidak diangkut sampai satu minggu?” tanyanta.
Ia menegaskan bahwa aksi yang dilakukan ini bukan semata untuk kepentingan forum SSB. Namun, karena kecintaan mereka terhadap Bali, pariwisata Bali, masyarakat Bali, dan Budaya Bali.
“Ketika ini diabaikan, apakah PAD yang Rp107 triliun itu akan ada ketika tamu-tamu akan pergi meninggalkan Bali yang kumuh, banjir, penuh sampah, macet, dan lain-lain? Coba bapak catat. Apakah kita tidak sayang sama Bali yang berbudaya, yang dikenal adiluhung, yang dikenal santun, yang dikenal indah, yang dikenal aman, ketika hari ini menjadi kumuh karena sampah,” sebutnya.
Ia berharap kebijakan penundaan ini benar-benar dikaji secara matang dan melibatkan forum SSB. “Kami ingin dilibatkan. Kami ingin diajak duduk bersama. Jangan hanya gunting-gunting di atas meja dan mengeluarkan keputusan yang ujung-ujungnya hanya membuat masalah baru. Karena sesuai yang disampaikan, jangan sampai karena Undang-Undang Nomor 18 open dumping, akhirnya TPA ditutup. Tapi kami minta keadilan. Meskipun ditutup besok kami tidak masalah, berikan solusi, selesaikan masalah besok. Solusi ada, kami tidak masalah,” ujarnya.
Menanggapi tuntutan Forum SSB, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Bali, Made Rentin memperbolehkan Forus SSB untuk membuang sampahnya ke TPA Suwung. Apalagi, penundaan penutupan TPA Suwung telah disetujui oleh Menteri Lingkungan Hidup hingga 28 Februari 2026.
Rentin mengatakan, sejalan dengan surat Menteri Lingkungan Hidup per tanggal 18 Desember 2025, Menteri LH memberikan relaksasi untuk pembukaan TPA Suwung.
“Jika kita ikuti keputusan Menteri Lingkungan Hidup 921/2025 tentang sanksi administratif paksaan pemerintah, itu harusnya jatuh tempo 180 harinya di 23 Desember 2025 hari ini. Tetapi melihat beberapa kondisi di lapangan, terutama menjelang kondisi akhir tahun, ada Natal, Tahun Baru, termasuk antisipasi cuaca ekstrem,“ jelas Rentin.
Pemerintah daerah yang meliputi Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kota Denpsar dan Kabupaten Badung diberikan perpanjangan masa benah sampai dengan 28 Februari 2026. Diakui Rentin masih banyak item yang harus dibenahi dan merupakan kewajiban pemerintah. Salah satunya adalah perbaikan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) yang telah dianggarkan Rp5,7 miliar tetapi penyedia mengundurkan diri.
“Harusnya itu bisa tertangani di (anggaran,red) perubahan 2025. Sekali lagi, penyedia mengundurkan diri. Kami segera akan lakukan di triwulan pertama 2026. Yang kedua, maksimalkan kembali untuk penutupan tumpukan sampah yang ada di TPA dengan strategi sanitari landfill,” ungkapnya.
Selama ini, hitungan dan hasil pengawasan dari Kementerian baru mampu menutup tumpukan sampah itu di angka 51 persen dari total target 100 persen. Menurut Surat Menteri Lingkungan Hidup, Pemprov Bali juga diminta untuk memperbaiki akses jalan menuju TPA Suwung, dan kata Rentin hal tersebut sudah dipersiapkan.
Jika terdapat keterbatasan anggaran dari APBD, Pemerintah Provinsi Bali, Denpasar, dan Kabupaten Badung, maka akan meminta bantuan dari pengusaha. “Tadi saya sudah jelaskan, ada kurang lebih 3 perusahaan beton di sekitar TPA, Ketiga-tiganya menyatakan kesiapan untuk mensupport pemerintah daerah dalam waktu dekat, besok bahkan sudah lakukan survey lapangan untuk melihat secara teknis, setebal apa beton yang kami akan pasang, kita jalannya akan beton, bukan aspal, bukan hotmik,” terangnya.
Dalam konteks kondisi lapangan seperti TPA, tidak efektif jika menggunakan aspal atau hotmik, sehingga diputuskan digunakan beton dengan tebal tertentu. Ini tentu dengan berbagai pertimbangan dan pembahasan teknis pada saat rapat.
Selama penundaan penutupan TPA Suwung dua bulan ini, Pemerintah daerah yakni Pemerintah Kota Denpasar dan Kabupaten Badung telah didorong oleh Gubernur untuk menyiapkan beberapa strategi. Diantaranya, pada hulu atau di tingkat rumah agar melakukan komposter baik dengan teba modern maupun tong edan di tingkat sumber pertama.
Di tingkat desa, meliputi kelurahan dan desa adat mengoptimalkan kapasitas TPS3R termasuk TPST. Wali Kota dan Bupati Padung telah berjanji siap untuk mengoptimalkan kapasitas TPS3R yang ada, mengoptimalkan dan memfungsikan kembali TPST yang ada di masing-masing Kabupaten Kota, Badung, dan Kota Denpasar. Rentin optimis bisa tuntas di level sumber baik di rumah tangga, di tingkat desa kelurahan, termasuk di skup TPST yang skupnya lebih luas di tingkat Kabupaten Kota.
“Di Kota Denpasar kurang lebih ada 24. Ada beberapa yang belum aktif secara maksimal. Pak Wali Kota kemarin dalam rapat terakhir menginformasikan dan melaporkan kepada Pak Gubernur berjanji dalam tempo sesingkat-singkatnya TPS3R bisa diaktifkan kembali dengan kapasitas maksimal. Dan TPST ada tiga,” bebernya.
Rentin mengatakan, penutupan TPA tidak semata-mata hanya dilakukan di TPA Suwung. Tetapi ada 334 TPA seluruh Indonesia yang mendapat teguran serta sanksi yang sama dari pemerintah pusat melalui Menteri Lingkungan Hidup.
“Tugas pertama kami adalah bagaimana menuntaskan, tumpukan 35 sampai 40 meter tumpukan sampah. Kurang lebih ada 7,2 juta ton sampah yang sudah tertimbun di TPS Suwung. Itu harus kami tuntaskan sebagai pekerjaan pertama dan utama kami,” pungkasnya.
Terhadap tuntutan lainnya, pihaknya akan mengundang Forum SSB untuk berdialog pada 29 Desember 2025 di Kantor Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Bali pada pukul 14.00 WITA. Dialog akan melibatkan Pemerintah Provinsi Bali, Kota Denpasar, dan Kabupaten Badung. (Ketut Winata/balipost)










