
DENPASAR, BALIPOST.com – Penertiban bangunan di kawasan Daerah Tujuan Wisata (DTW) Jatiluwih, Tabanan mulai dirasakan langsung oleh pelaku pariwisata setempat pasca penertiban yang dilakukan oleh Pansus Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (TRAP) DPRD Provinsi Bali pada 2 Desember 2025 lalu. Di mana, kunjungan wisatawan ke Jatiluwih mengalami penurunan tajam.
Hal ini diungkap oleh Manager Operasional DTW Jatiluwih, I Ketut Jhon Purna saat hadir langsung pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) Pansus TRAP DPRD Bali bersama 13 pemilik akomodasi pariwisata Jatiluwih, di Kantor DPRD Bali, Jumat (19/12).
Jhon mengakui, penurunan kunjungan tersebut mencapai sekitar 80 persen. Kondisi ini dinilainya sebagai preseden buruk bagi keberlangsungan pariwisata Jatiluwih yang selama ini dikenal sebagai ikon sawah terasering Bali dan situs Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO.
Ia mengungkapkan, dampak tersebut bahkan sudah dirasakan pada pasar wisata internasional, khususnya Eropa. Sejumlah wholesaler besar dari Jerman disebut telah menghentikan penjualan paket wisata ke Jatiluwih.
Selain itu, sinyal serupa juga mulai terlihat dari agen perjalanan lain di Eropa. Ia dijadwalkan bertemu dengan sejumlah travel agent pada 22 Desember mendatang, namun informasi awal yang diterima menunjukkan kekhawatiran yang sama.
“Nah terus nanti tanggal 22 ini saya juga ketemu sama beberapa travel agend khususnya Eropa, itu katanya juga sudah mulai tidak menjual jatiluwih lagi. Ini kan perseden buruk banget buat Jatiluwih,” ujarnya.
Penurunan kunjungan tersebut, lanjutnya, sangat kontras jika dibandingkan dengan kondisi normal pada musim sepi (low season). Biasanya, Jatiluwih masih mampu menarik ratusan hingga seribuan wisatawan per hari. Namun kini jumlah itu anjlok drastis. “Biasa kita dapat kunjungan yang low season itu, 700-800 sampai 1.000. Sekarang paling dapat tamu 120-150,” sebutnya.
Jhon menjelaskan, salah satu faktor utama yang memicu kekhawatiran wisatawan adalah pemasangan seng dan plastik di kawasan Jatiluwih yang menimbulkan persepsi negatif. Informasi yang beredar membuat wisatawan mengira Jatiluwih sedang mengalami gejolak. “Sekarang tamunya takut karena mungkin katanya Jatiluwih ada demo dan segalanya, ini takut tamunya,” ujarnya.
Dampak sepinya kunjungan ini tidak hanya dirasakan oleh pengelola DTW, tetapi juga langsung menghantam perekonomian masyarakat sekitar. Usaha restoran, warung, dan layanan wisata milik warga mengalami penurunan pendapatan signifikan.
“Saya juga punya restoran sepi. tetangga saya juga sepi. Gimana jadinya kalo sepi seperti itu,” tuturnya.
Jhon menilai kondisi tersebut sangat berbahaya bagi keberlangsungan ekonomi lokal jika dibiarkan berlarut-larut.
Ia menegaskan, pihaknya tidak menolak penegakan aturan terhadap bangunan yang melanggar. Namun penanganan persoalan tersebut diharapkan tidak mengorbankan keseluruhan kawasan dan masyarakat Jatiluwih. “Yang saya inginkan adalah seng itu tidak ada. Karena itu sangat berpengaruh dengan kunjungan tamu yang Jatiluwih,” katanya.
Jhon berharap ada langkah cepat dan sinergi antara Pansus TRAP DPRD Bali, Pemerintah Kabupaten Tabanan, pemerintah desa, dan pihak terkait lainnya untuk mencari solusi yang lebih bijak. Ia meminta persoalan hukum 13 bangunan dapat dibahas tanpa menimbulkan dampak psikologis yang merusak citra pariwisata.
“Harapan dari DTW mudah-mudahan, saya berharap Pansus TRAP, dari Pemkap Tabanan, dari Permintaan Desa ya bekerja bersama-sama. Secepatnya ini dikurangi dulu sengnya, masalah hukum yang kena 13 itu kita bicarakan lah supaya jangan mengganggu keseluruhan masyarakat di Jatiluwih,” harapnya.
Menjelang libur akhir tahun, Jhon mengaku pesimistis terhadap proyeksi kunjungan wisatawan jika kondisi tersebut tidak segera ditangani. Ia khawatir Jatiluwih akan kehilangan momentum penting yang seharusnya menjadi penopang ekonomi masyarakat.
“Kalo saya lihat situasi seperti ini, saya pesimis banget. Pesimis banget ini bisa tidak ada apa-apa nanti Jatiluwih kalau dibiarkan. Seng ini sangat mengganggu,” ungkapnya.
Ia berharap pihak-pihak yang memiliki kewenangan dapat segera mengambil langkah konkret agar aktivitas dan citra pariwisata Jatiluwih kembali pulih, sembari tetap menjalankan penataan dan penegakan aturan secara proporsional. (Winata/balipost)










