
BANGLI, BALIPOST.com – Pengusaha hotel di Kintamani, merasakan adanya perbedaan signifikan dalam tingkat pemesanan hotel dan animo wisatawan menjelang libur natal dan tahun baru ini. Adanya kekhawatiran wisatawan terhadap cuaca buruk dan kejadian bencana yang melanda beberapa daerah di Indonesia disinyalir menjadi penyebab utama bokingan hotel tak seperti tahun sebelumnya.
Pengusaha hotel di Kintamani Ketut Putra Nata mengungkapkan, tingkat pemesanan kamar di hotelnya saat ini sekitar 60 persen. Namun mayoritas booking hanya terpusat pada tanggal 31 Desember. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya.
“Dibandingkan dua tahun sebelumnya, jauh lebih bagus. Kalau dulu pemesanan untuk tanggal 20 Desember ke atas sudah merangkak dan akhir tahun penuh. Kalau sekarang belum,” ungkapnya, Minggu (7/12).
Menurut mantan Ketua PHRI Bangli itu faktor cuaca buruk dan kejadian bencana alam yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia memicu keengganan wisatawan untuk bepergian jauh. Selama ini pasar domestik utama Kintamani adalah dari daerah seperti Aceh, Kalimantan, Palembang dan daerah lainnya. Tak hanya itu kebijakan efisiensi anggaran pemerintah juga turut berpengaruh.
“Akhir tahun biasanya ada saja dari dinas-dinas, perusahaan-perusahaan yang outing, metting. Tetapi akhir tahun sekarang ini terasa sekali dampak kebijakan pemerintah efisiensi,” jelasnya.
Kondisi ini, menurutnya, tidak hanya dirasakan olehnya, namun juga dialami oleh pengusaha hotel lainnya di Kintamani.
Putra Nata juga mengungkapkan bahwa tingkat okupansi hotelnya dari Januari hingga Agustus hanya mencapai 19 persen. Jauh menurun dibandingkan dua tahun sebelumnya.
Dalam upaya meningkatkan okupansi, Putra Nata mengungkapkan pihaknya menyiapkan promosi khusus makanan dan minuman bertema tahun baru serta promosi gencar melalui media sosial untuk menarik wisatawan.
Lebih jauh Putra Nata berharap kenaikan harga kamar hingga 3-4 kali lipat di destinasi populer lain seperti Seminyak, Ubud, Sanur, Kuta, dan Canggu akan menciptakan efek limpahan ke Kintamani.”Kalau di sana penuh, kami berharap ada limpahannya ke Kintamani,” harapnya.
Hal serupa juga dirasakan oleh pemilik usaha glamping di Songan, I Komang Pendi Arianto. Dia mengungkapkan, pada tahun sebelumnya, pemesanan biasanya sudah ramai sejak sebulan atau dua bulan lalu.
Ia sendiri tidak dapat memastikan penyebab lesunya pemesanan tahun ini, apakah karena kunjungan wisatawan yang memang menurun, atau karena menjamurnya jumlah akomodasi yang menyebabkan persaingan semakin ketat.
Untuk meningkatkan geliat pariwisata di Kintamani, ia berharap pemerintah dapat memberikan dukungan melalui penerangan jalan, perbaikan akses jalan-jalan kecil, dan juga promosi yang lebih gencar. (Dayu Swasrina/balipost)










