
AMLAPURA, BALIPOST.com – Kabupaten Karangasem kini telah memiliki krematorium. Krematorium tersebut dibangun di wewidangan Desa Adat Ujung Hyang, Kecamatan Karangasem.
Diharapkan, krematorium ini mampu menjadi fasilitas keagamaan, dan simbol kebersamaan gotong royong serta dapat memperkuat sinergi antara lembaga adat dan masyarakat dalam mengelola sarana keagamaan dan sosial yang sesuai dengan nilai-nilai kearifan lokal Bali.
Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten Karangasem menggelar penandatanganan berita acara kesepakatan terkait krematorium tersebut di Kantor MDA Karangasem, pada Selasa (11/11).
Penandatanganan kesepakatan ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan sebelumnya pada 22 Oktober 2025, yang membahas kerja sama antara Banjar Adat Ujung Mantri dengan Yayasan Graha Yadnya Krematorium (Tunon) Tyaga Margananda Ujung Mantri dalam pendirian fasilitas kremasi tersebut.
Perihal penandatanganan kesepakatan itu juga disampaikan kepada Kepala Dinas Pemajuan Masyarakat Adat Provinsi Bali, Bandesa Agung MDA Provinsi Bali, Bandesa Alitan MDA Kecamatan Karangasem, dan Perbekel Desa Tumbu untuk diketahui serta menghadiri kegiatan tersebut. Kegiatan ini diharapkan menjadi langkah penting dalam memperkuat sinergi antara lembaga adat dan masyarakat dalam mengelola sarana keagamaan dan sosial yang sesuai dengan nilai-nilai kearifan lokal Bali.
Bandesa Madya MDA Kabupaten Karangasem, I Nengah Suarya, Rabu (12/11) mengungkapkan, penandatanganan kesepakatan ini merupakan langkah penting dalam menjaga keharmonisan dan keteraturan adat di tengah dinamika pembangunan. “MDA hadir untuk memastikan setiap rencana pembangunan yang berada di wewidangan desa adat tetap berpijak pada nilai-nilai kearifan lokal dan mendapat kesepakatan bersama seluruh komponen adat,” ujarnya.
Suarya mengatakan, pihak MDA berperan sebagai wadah penyelarasan antara kepentingan adat, sosial, dan kemanusiaan agar setiap keputusan yang diambil benar-benar mencerminkan semangat segilik-seguluk, salunglung sabayantaka. “Harapan kami, pendirian krematorium ini tidak hanya menjadi fasilitas keagamaan, tetapi juga simbol kebersamaan, gotong royong, dan penghormatan terhadap tata kehidupan adat Bali,” harap Suarya. (Eka Parananda/balipost)










