Bupati Buleleng dr. I Nyoman Sutjidra, Sp.OG (K). (BP/yud)

 

SINGARAJA, BALIPOST.com – Polemik sengketa lahan di depan Pura Segara Sinalud, Desa Kayuputih Melaka, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, kini mendapat perhatian langsung dari Bupati Buleleng dr. I Nyoman Sutjidra, Sp.OG (K).

Menanggapi laporan adanya bangunan pariwisata yang diduga menghalangi akses umat menuju pura, Bupati Sutjidra menegaskan akan menindak tegas jika benar ditemukan pelanggaran di lapangan.

“Saya belum menerima laporan lengkap soal itu. Tapi kalau benar ada pembangunan yang menghalangi akses ke Pura Segara, pasti akan saya tertibkan,” tegasnya, Selasa (28/10).

Ia menyebut, persoalan tersebut perlu dilihat secara menyeluruh di lapangan dengan mempertimbangkan berbagai aspek, baik dari sisi adat maupun pariwisata. Sutjidra menyebut, belum melihat kondisi riil dilapangan. “Kalau memang ada bangunan bar di sebelah utara pura, nanti saya akan turun langsung untuk memastikan. Kita lihat bagaimana kondisi riilnya. Dari segi adat tentu harus dihormati, tapi sektor pariwisata juga penting. Jadi nanti kita cari solusi terbaik,” ujarnya.

Baca juga:  Bawaslu Minta Parpol Tertibkan Alat Peraga Kampanye

Bupati Sutjidra pun menegaskan, apabila nantinya terbukti ada pelanggaran aturan tata ruang atau perda kawasan, pihaknya tidak akan tinggal diam. “Apapun itu, kalau ada yang melanggar aturan dan tidak sesuai dengan perda kawasan, pasti akan saya tindak,” tegasnya.

Sebelumnya, sejumlah perwakilan Krama Adat Sinalud mendatangi Gedung DPRD Buleleng pada Senin (27/10) untuk meminta solusi atas keberadaan bangunan yang berdiri di depan Pura Segara. Mereka diterima langsung oleh Ketua DPRD Buleleng, Ketut Ngurah Arya.

Baca juga:  Puluhan Pedagang Ritel Ikuti Sosialisasi PAPRA

Dalam pertemuan tersebut, Bendesa Adat Sinalud, Putu Satayana, mengungkapkan keresahan warganya. Menurutnya, bangunan yang difungsikan sebagai bar itu berdiri tepat di depan pura dan kerap mengganggu pelaksanaan upacara keagamaan.

“Setiap kali upacara, akses menuju pura jadi sempit dan terganggu. Bahkan tamu-tamu pariwisata sering keluar masuk saat upacara berlangsung,” ungkap Satayana.

Ia menjelaskan, lahan di depan pura dulunya merupakan tanah muncul yang kemudian dikontrakkan kepada pihak ketiga. Namun sejak bangunan berdiri, jalur keluar masuk menuju area suci menjadi tertutup.

Baca juga:  Sekjen PDIP akan Nari Kecak 3 Jam di Bali

“Kami krama adat menuntut agar area depan pura disterilkan kembali, agar kegiatan upacara bisa berjalan dengan khidmat,” tegasnya.

Satayana juga menambahkan, Pura Segara Sinalud sudah berdiri sejak tahun 1970-an dan memiliki sertifikat resmi yang diterbitkan pada 1994 dengan luas sekitar 8 are. Namun, sertifikat tersebut sempat hilang dalam kebakaran kantor BPN Buleleng pada 1999. Saat proses pembaruan sertifikat dilakukan tahun ini, muncul lahan baru di depan pura yang kini diklaim oleh pihak lain. (Yudha/balipost)

 

BAGIKAN