Pabrik kakao di Peh Kaliakah yang sempat tak beroperasional karena biaya cukup tinggi. (BP/Olo)

NEGARA, BALIPOST.com – Mesin pengolahan hasil pertanian dan perkebunan tak lagi berfungsi optimal. Mesin di pabrik pengolahan cokelat di Banjar Peh, Desa Kaliakah, Kecamatan Negara, sejak beberapa waktu lalu berhenti beroperasi.

Pabrik pengolahan cokelat di Banjar Peh yang merupakan bantuan dari Kementerian Koperasi dan UKM sempat diluncurkan langsung oleh Menteri Koperasi pada Desember 2023 ini operasionalnya tersendat akibat biaya listrik dan tenaga kerja yang cukup tinggi.

Bupati Jembrana, I Made Kembang Hartawan, Kamis (23/10), membenarkan sejumlah mesin bantuan tidak beroperasi optimal. Pabrik pengolahan cokelat di Banjar Peh, kendalanya kompleks. Selain beban biaya operasional yang menjadi masalah utama. Juga dibebani 17 tenaga kontrak dari Pemkab yang gajinya ditanggung daerah. Setelah kontraknya habis, gaji karyawan dibebankan ke koperasi pengelola. “Sementara listrik dan biaya lainnya sekitar Rp5 juta per bulan masih ditanggung pemerintah,” paparnya.

Baca juga:  Bantuan 1 Juta Dosis Vaksin Sinovac Dari China Tiba di Indonesia

“Saya sempat didatangi perwakilan Bank Mandiri dari Jakarta. Mereka menyampaikan kalau RMU di Penyaringan belum berjalan maksimal karena tidak bisa membeli gabah, sehingga tidak ada proses penggilingan beras,” ujarnya, Kamis (23/10).

Menurut Kembang, pihaknya sudah melakukan sejumlah langkah untuk menghidupkan kembali mesin pengolahan beras tersebut. “Kami sudah diskusikan dan saat ini RMU mulai beroperasi kembali,” jelasnya.

Belakangan pihak koperasi memilih mundur karena tak sanggup menanggung biaya operasional yang besar. “Kalau dilihat dari kapasitas produksinya, memang tidak sebanding dengan pengeluaran. Akhirnya rugi,” ujarnya.

Baca juga:  1,5 Juta Euro Disalurkan untuk Gempa Palu

Selain kakao juga ada mesin RMU di Penyaringan yang merupakan bantuan CSR dari salah satu bank BUMN bernasib serupa. Terkait kondisi ini, Bupati Kembang menegaskan, Pemkab Jembrana tidak tinggal diam dan tengah mencari alternatif solusi.

“Termasuk menggandeng koperasi lain maupun pihak swasta untuk mengelola pabrik cokelat tersebut. Pihaknya berharap program-program bantuan seperti ini bisa berkelanjutan. “Konsepnya sudah baik, tapi pelaksanaannya memang belum maksimal,” pungkasnya. (Surya Dharma/balipost)

Baca juga:  Ratakan Sebaran Turis di Bali, Pemerintah Siapkan Paket 3B

 

BAGIKAN