
BANGLI, BALIPOST.com – Rencana pengoperasian kapal pesiar di Danau Batur, Kintamani yang dilakukan perusahaan daerah Kabupaten Bangli, Perseroda Bhukti Mukti Bhakti (BMB) dengan menggandeng investor Korea, menuai sorotan dan kritik dari masyarakat.
Menanggapi hal itu, Direktur Perseroda BMB, Anak Agung Wibawa Putra menegaskan kerja sama tersebut masih berada di tahap paling dasar dan belum sampai pada tahap kesepakatan final atau eksekusi.
Dijelaskan bahwa meski pihaknya sudah melakukan penandatanganan MoU namun belum ada kesepakatan antara Perseroda BMB dengan investor. “MoU itu belum ada kesepakatan, terkait nominal atau apa itu belum ada. MOU itu sifatnya general, dimana kita baru membuat nota kesepahaman. Membuat satu pemahaman wisata berbasis energi hijau. Isi dari MOU itu belum sama sekali menyentuh ke ranah kerjasama, rupiah. Yang ada baru sebatas penyusunan FS atau studi kelayakan,” tegasnya dikonfirmasi Senin (29/9).
Lebih lanjut dikatakan investor dalam hal ini memiliki kewajiban membuat studi kelayakan dan desain dengan tenggat waktu enam bulan. Jika dalam periode ini, pihak investor dapat menyelesaikan FS selanjutnya Perseroda akan melaksanakan kick off metting.
Jika memang hasil FS menguntungkan bagi daerah dan masyarakat barulah kerjasama akan dilanjutkan ke tahap selanjutnya. Sebaliknya jika tidak tercapai kesepakatan yang disetujui Perseroda, maka MoU otomatis akan berakhir.
“Dalam pembuatan FS prosesnya banyak. Salah satunya wajib melakukan sosialisasi ke masyarakat. MoU kami hanya bertenggang waktu 6 bulan. Kalau dalam 6 bulan tidak ada apa-apa ya selesai (kerjasama tidak berlanjut),” jelasnya.
Meskipun kerja sama saat ini masih di tahap awal, Agung Wibawa menegaskan bahwa pihaknya telah menekankan beberapa syarat mutlak kepada investor yang harus tertuang dalam perjanjian nantinya. Antara lain proyek yang akan dilaksanakan harus menguntungkan daerah dan masyarakat dengan menyerap setidaknya 70 persen tenaga kerja dari masyarakat lokal.
Desain kapal dan operasional harus memasukkan nilai-nilai budaya dan menjaga kesucian Danau Batur. Penanganan limbah kapal juga harus jelas.
Dijelaskan juga bahwa sebutan kapal pesiar yang rencana akan dioperasikan di Danau Batur tidak merujuk pada kapal mewah berukuran besar yang biasa melintasi lautan. “Itu hanya sebatas bahasa. Kapal pesiar identik dengan kapal gede. Padahal yang dimaksud di sini adalah kapal pesiar pinishi dengan kapasitas penumpang hanya 65 orang. Ukurannya kecil, tidak mungkin seperti kapal pesiar di laut,” tegas Agung Wibawa.
Agung Wibawa mengatakan dalam tahapan pembuatan FS akan melibatkan tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat serta perkumpulan pelaku usaha boat lokal. “Kalau nanti saat pembuatan FS masyarakat mau menyampaikan apa, silakan. Itu akan kita tampung untuk cari solusi, supaya masyarakat diuntungkan dan daerah diuntungkan,” tutupnya. (Dayu Swasrina/balipost)