Kelian Banjar Dinas Panglan , Kadek Kamardiyana saat berdiskusi tentang subak bersama salah satu pekaseh yang ada di areal Desa Pejeng. (BP/istimewa)

GIANYAR, BALIPOST.com – Hari Tani diperingati tiap 24 September 2025. Di Bali sendiri, pertanian merupakan salah satu sektor yang menopang keberadaan pariwisata.

Dalam upaya menjaga sektor pertanian, Desa Pejeng misalnya, berupaya mencari solusi dalam mengatasi persoalan hama tikus.

Menurut Kelian Banjar Dinas Panglan, pihaknya menggelar Lokapala: Ngelinggihin Sang Predator Alami, yang merupakan kegiatan masyarakat bersama komunitas petani muda di Desa Adat Panglan, Desa Pejeng, dalam upaya mencari solusi atas persoalan hama tikus yang meresahkan petani sekaligus sebagai upaya pemulihan ekosistem berbasis tradisi.

Kamardiyana mengatakan salah satu upaya mengatasi serangan tikus pada areal pertanian setempat adalah pelepasan burung hantu di area persawahan Subak Kana, Banjar Panglan, Desa Pejeng.

Baca juga:  Penetapan LSD, Lindungi Lahan Produktif dan Jaga Ketahanan Pangan

Burung hantu yang dikenal sebagai predator alami tikus ini diharapkan mampu menjaga keseimbangan ekosistem pertanian tanpa harus bergantung pada pestisida kimia. Lebih dari sekadar pelepasan predator alami hama tikus, aksi ini menjadi simbol penting dalam menghubungkan kembali kearifan lokal dengan tantangan modern.

“Burung hantu yang akan kita lepaskan sudah terlatih untuk memakan tikus. Jadi nanti kami akan kurung di rubuhan selama tiga malam. Tanggal 27 akan kita lepas dan diharapkan akan jadi predator alami bagi tikus,” katanya.

Tikus merupakan hama pertanian padi di kawasan Subak Kana. Selama dua musim panen ini, petani resah akibat serangan tikus. Maka dari itu, pihaknya berupaya mencari solusi atas persoalan tersebut, terutama yang mengedepankan penanganan alami maupun pendekatan tradisional. “Selain burung hantu, kami juga gunakan teknik tradisional berbasis tradisi untuk mengatasi hama,” ujarnya.

Baca juga:  Percepat Penerapan Teknologi Digital di Sektor Pertanian

Lebih lanjut Kamardiyana menyampaikan, selain pelepasan burung hantu, acara ini juga diisi dengan diskusi panel lintas sektor yang menghadirkan tokoh adat, penggiat lingkungan, pelaku pariwisata, serta perwakilan pemerintah. Melalui forum ini, semua pihak diajak membangun visi bersama tentang lingkungan, budaya, dan pariwisata berkelanjutan.

Tidak hanya berhenti di aspek lingkungan, kegiatan ini turut menghadirkan pertunjukan budaya. Dirangkai pula penandatanganan komitmen bersama warga sebagai bentuk nyata dukungan terhadap gerakan pelestarian alam dan budaya.

Baca juga:  Padi di Subak Bebau Diserang Tungro, Panen Anjlok

“Alam dan budaya adalah roh utama pariwisata Bali. Desa Pejeng dengan nilai-nilai adat yang luhur harus menjadi contoh bagaimana harmoni itu bisa dijaga melalui aksi nyata,” ungkap Kamardiyana yang juga Kelian Banjar Dinas Panglan.

Acara ini melibatkan berbagai unsur masyarakat, mulai dari warga Desa Pejeng, tokoh adat, budayawan, penggiat lingkungan dan pariwisata, hingga pemerintah. Dengan semangat kolaborasi, Desa Pejeng diharapkan mampu menjadi model percontohan dalam mengintegrasikan ekologi, budaya, dan pariwisata secara berkelanjutan. (Sumarthana/balipost)

BAGIKAN